Mohon tunggu...
Berny Satria
Berny Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis bangsa

Bangsa yang Besar adalah yang berani berkorban bagi generasi berikutnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Covid19, Jokowi Belah Durian

5 April 2020   12:57 Diperbarui: 5 April 2020   14:55 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajarlah jika beberapa pihak menyimpulkan pernyataan pejabat negeri ini sebagai berita bohong karena tidak terbukti secara medis dan empiris kebenarannya padahal diumumkan secara masal melalui berbagai media.

Ketika wabah ini merebak, departemen kesehatan tidak siap untuk menyediakan alat kelengkap Diri (APD) hingga ventilator bagi pasien yang harganya sekitar 300 juta rupiah per unit. Melihat hal ini, saya mencoba mengimport sendiri masker 3 lapis yang harganya selangit di pasaran lokal dan sulit didapatkannya. 

Ternyata, aturan menteri keuangan untuk meniadakan pajak import dll harus melalui tahapan birokrasi yang tidak sederhana. Saya harus mengajukan ke BNPB, mengajukan referensi kemana masker akan disumbangkan, menunggu hasilnya dari BNPB, mengajukan ke beacukai, menunggu disetujui, dan harus menyertakan sertifikat dari badan/pihak yang disumbangkan.

Negara seperti lupa bahwa keadaan Pandemic ini adalah keadaan darurat, dimana segala hal dimungkinkan untuk mengatasi keadaan darurat itu. Mengapa tidak dibuka pembebasan import untuk alat kesehatan (Alkes) secara luas. 

Kalaupun ada spekulator nakal, buat saja aturan yang melarang penjualan masker di toko online atau supplier. Yang melanggar akan di hukum mati karena sama dengan korupsi di masa wabah (red ujaran ketua KPK).

Akhirnya saya membayar pajak dan biaya-biaya lain. Pikir saya nyawa tak dapat dihargai dengan uang, karena banyak pihak yang membutuhkan masker yang saya import untuk dipakai. 

Betapa usaha kemanusiaan tidak didukung oleh kebijakan pemerintah negeri ini dan harus terganjal aturan-aturan yang tidak penting guna pengendalian wabah.

Disebabkan pihak pemerintahan yang berkali-kali seolah meremehkan virus ini, maka warganya pun ikut meremehkan. Lihat anak-anak di Jakarta tetap berkumpul pagi dan bermain bola tidak takut oleh Corona. 

Ketika wartawan CNN bertanya, mereka katakan”Tidak takut pada Corona, takutnya pada Tuhan. Mati itu di tangan Tuhan”. Padahal Corona juga buatan Tuhan. Sepintas rekan saya berkata, “jika tidak takut mati dengan Corona takutnya sama Tuhan, kalau naik motor atau mobil tidak usah injak rem. Tidak usah takut mati karena tidak injak rem, takutnya sama Tuhan” dengan kesalnya.

Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di kelurahan saya menerbitkan maklumat nya, yang menyatakan bahwa shalat berjamaah tetap dilaksanakan, pengajian rutin tetap berjalan. 

Entah karena faktor edukasi yang minim tentang social dan physical distancing untuk pencegahan penularan, atau memang karena “tidak takut Corona tetapi takut Tuhan?” Ulamanya saja tidak ditaati, MUI pusat saja tidak didengar. Mau jadi apa bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun