Agar daya ungkit koneksi internet dapat di rasakan dan mamfaatnya merata di seluruh Indonesia perlu infrastruktur untuk mendukungnya. Melihat paparan data yang di keluarkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia( APJII), penetrasi pengguna internet masih di dominasi di pulau Jawa ( 86, 3 juta ) dan Sumatera ( 20, 7 ). Dan, jika di gabungkan kesemua pulau pun, dari pulau Sumatera, Bali & Nusa ( 6,1 juta ), Kalimantan ( 7,6 juta ) , Sulawesi ( 8,4 juta) hingga Maluku & Papua ( 3,3 juta ) pulau Jawa masih menjadi pengguna terbesar internet dengan 65 % penduduknya telah biasa berselancar internet.
Tentu ini bukan suatu hal yang mengherankan, mengingat pusat perekonomian bangsa kita lebih cenderung memusat dan dukungan infrastruktur yang lebih baik. Melihat Potensi internet berpengaruh besar dalam kemajuan bangsa, hal ini bisa di ubah dengan menganggarkan pembangunan konektivitas lebih kearah timur Indonesia. Karena masih banyak masyarakat yang belum merasakan mamfaat besar dari koneksi internet. Jika saja ini dilaksanakan, bukan tidak mungkin di era bonus demografi nantinya mengalami puncak pada tahun 2028-2030 , daerah timur Indonesia akan menjadi satu kekuatan ekonomi baru.
Strategi Blue Ocean
Membangun infrastruktur tentu saja membutuhkan biaya yang besar. Apalagi ketika perusahaan mengeluarkan sebuah anggaran harus dengan ROI ( Return On Investment ) yang bisa di pertanggungjawabkan. Tapi, jika kita melihat sebuah strategi yang sering disebut dengan Blue Ocean, tentu ini bisa menjadi cara cerdik perusahaan menguasai area baru.Â
Siapa yang menyangka Bank BRI dulunya yang berfokus pada pedesaan dan kredit mikro mampu menjadi salah satu bank plat merah yang di segani dan mampu memiliki aset dan tingkat laba yang besar ? Kini bank BRI pun mampu memiliki satelit sendiri dan bank pertama di dunia yang menggunakannya.
 Ini seperti sebuah anomali di Indonesia, satelit yang harusnya dimiliki oleh perusahaan komunikasi malah dimiliki pertama kali oleh bank. Berkaca dari strategi Bank BRI dalam menghubungkan semua kantornya di seluruh Indonesia dengan teknologi satelit, tentu saja bukan biaya yang murah. BRI mengeluarkan dana 3 Trilyun untuk mewujudkannya. Tapi, dengan perhitungan yang matang dan melihat penguasaan area untuk jangka panjang, ini pastinya merupakan investasi yang menguntungkan.
Begitu pula dengan perusahaan telekomunikasi. Provider harus segera mengembangkan dan meluaskan daerah intervensinya agar makin banyak masyarakat merasakan mamfaat dari internet. Dengan terbukanya konektivitas baru, akan menstimulus banyak kesempatan baru dalam model bisnis. Orang-orang di daerah akan mulai menjadikan internet sebagai pusat informasi dan memperkenalkan bisnisnya. Akan banyak terjadi hubungan kota ke desa.Â
Ini juga akan menggerakkan bisnis transportasi karena barang yang dijual dari suatu daerah tentu harus di kirim melalui penerbangan, laut dan darat. Ketika "mesin" ekonomi daerah timur mulai bergerak maju, akan terjadi sebuah pembangunan infrastruktur yang otomatis semakin pesat untuk mendukung gerak ekonomi tersebut. Investor dan pemilik perusahaan akan mulai membuka cabang perusahaannya. Hal ini akan menyerap tenaga kerja yang besar.
Duet maut infrastruktur jaringan telekomunikasi dan internet
Jika di kaitkan dengan wisata, akan lebih mudah memperkenalkan daerah wisata baru dengan memamfaatkan laman. Ini akan menstimulus kunjungan wisata yang semakin membludak. Dengan begitu, otomatis roda baru ekonomi meningkat  dan akan terjadi perombakan lokasi dan akses menuju daerah tersebut.Â
Warga di sekitaran daerah wisata juga akan mengalami dampak langsung ekonominya semakin baik. Efek domino inilah yang kita harapkan jika infrastruktur telekomunikasi merambah ke daerah timur. Dengan jaringan konektivitas provider akan menjadikan Internet sebagai salah satu daya ungkit informasi dan pengetahuan yang murah bagi masyarakat dan akan membuka banyak kesempatan di timur Indonesia. Dan, itu cukup di mulai dengan duet maut antara infrastruktur jaringan telekomunikasi dan internet.
Bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia Timur memiliki Rasio yang cukup besar, terutama Sulawesi Utara dengan rasio perbandingan pada tahun 2020/2025 (46,4/46,8 ) dan  Papua 2020/2025 (43,7/42,8). Jika, kita melihat, lompatan teknologi sekarang sangat memungkinkan kemajuan sebuah bangsa, bukan tidak mungkin generasi muda di era bonus demografi yang jumlahnya sangat besar sekitar 70-80 juta berusia 15-34 tahun akan menjadi momentum signifikan penggerak perubahan "raksasa" kemajuan bangsa, karena generasi ini sangat melek akan inovasi teknologi.