Inflasi adalah sebuah fenomena umum ekonomi, yang dapat diterapkan juga untuk pendidikan. Sampai beberapa dekade lalu, sarjana S1 langka. Sekarang S1 seperti kacang goreng, alumni S1 mudah ditemukan. Inflasi alumni S1? Saya bilang ya.
Mungkin sampai 2 dekade lalu (1997) alumni S2 masih langka. Sekarang amat banyak alumni S2 -- apalagi dengan menghitung MM dan MBA setara S2. Inflasi S2 ? Saya bilang ya, at least di berbagai perguruan tinggi. Menjadi S2 tak lagi prestisius, nilainya tak seampuh dulu untuk 'kartu' untuk gaji tinggi.
Saat ini S3 masih prestisius. Dengan makin banyaknya orang disekolahkan S3, satu dekade lagi mungkin saja S3 pun tak lagi prestisius. Apa point-nya? Mengejar metrik-metrik yang dibuat PBB atau OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) seperti jumlah orang terdidik S1, S2, S3 menyertakan resiko inflasi mutu dan efektifitas dari pendidikan. Itu terjadi di Indonesia ini. Banyak alumni S1 tetapi mutu banyak hal di Indonesia masih buruk.
Alam bawah sadar pelaku pendidikan menangkap hal ini. Apa yang biasa dilakukan? Memberi target yang berlebih. Sekarang yang marak adalah mentargetkan freshgraduate S1 prodi apapun untuk jadi pengusaha, jadi manajer, dan entah apa lagi. Â
Apakah target ini fesibel untuk sukses dalam sebagian besar kasus? Tidak; kan terjadi inflasi pendidikan. Saat yang bergelar S1 masih minim (dekade 1970), banyak freshgraduate bisa jadi manager. Sekarang freshgraduate S1 seperti kacang goreng, mustahil mudah.
Sangat minim persentase freshgraduate S1 semua prodi segera menjadi manager. Demikian juga kalau targetnya menjadi entrepreneur (wirausahawan/ti). Pada bincang-bincang 'Zero to One' hari sabtu tanggal 20 mei 2017 di Surabaya, para pembicara (Andreas Senjaya, Tunjung Tri Utomo, dan  Miftah Sabri) implikasikan bahwa hanya 5% startup sukses. 5% adalah kegagalan, seperti nilai 5 dari nilai maksimum 100. Perguruan Tinggi harus beritahu success rate dari startups, tell the bad news and good news. Pendidikan memang alami inflasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H