Mohon tunggu...
Berna H
Berna H Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Tabu bagi Kebanyakan Pengajar

11 Mei 2017   18:39 Diperbarui: 11 Mei 2017   18:54 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini adalah awal dari serangkaian tulisan yang sudah dan sedang saya buat tentang pendidikan, karir, dan industri. Saya sudah lama berpikir apa tulisan awal yang cocok untuk mengawali serangkaian pikiran yang utuh, lebar, dan mendalam? Akhirnya tulisan awal inilah yang dapat saya pikirkan.

Dari wawancara terhadap banyak tokoh pendidikan (dan tokoh masyarakat non-pendidikan) yang saya ikuti, dari pergaulan lebih dari satu dekade di lingkungan universitas; saya simpulkan hal ini: kebanyakan tokoh dan pengajar sangat mentabukan berpikir untuk orang-orang yang tidak mau sekolah. Ini adalah sebuah kesalahan berpikir. Kita semua – apalagi tokoh pendidikan – harus antisipasi orang-orang yang tidak mau sekolah.

Berbeda dengan (hampir) semua orang, saya tidak berpandangan bahwa pendidikan sangat penting. Pendidikan yang dijalankan buruk justru tidak penting. Kalau secara masif pendidikan dijalankan dengan buruk, maka pendidikan tidaklah penting. Dalam keadaan sebagian besar pendidikan bersifat bobrok, mempropagandkan 'pendidikan sangat penting' hanya akan menguntungkan pebisnis pendidikan, dosen-dosen pemalas, dan lain-lain.

Bahwa pendidikan secara umum tidak berlangsung bagus di Indonesia adalah sebuah kenyataan. Karena itu tidak perlu dipropagandakan pentingnya pendidikan. Lebih baik mempropagandakan agar setiap orang mengasah skill (ketrampilan). Lebih baik membuat peraturan untuk mengakomodasi orang yang trampil walau tidak sekolah. Atau mengusahakan agar orang yang tidak kuliah tetap dapat bekerja dan mendapat upah yang wajar. Pengupahan banyak orang dengan ijazah SD / SMP / SMA di DKI Jakarta adalah langkah yang patut dipuji, yang sayangnya tidak berani dipikirkan oleh banyak tokoh pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun