Porang, mungkin sebagian orang masih awam dengan tanaman yang satu ini. Tanaman porang masih sekeluarga dengan tanaman iles iles dan suweg. Porang ( Amorphophallus oncophyllus prain ) dikenal dengan beberapa nama lokal tergantung daerah dimana porang tumbuh seperti kajrong di daerah nganjuk dan acung di daerah Jabar.
Dilihat dari morfologinya Porang memiliki batang tegak, lunak berwarna hijau dengan bercak putih bermotif bulat. Bagian yang akan dipanen adalah bagian umbinya. Ciri khas lainya dari porang dibanding suweg dan iles iles adalah memiliki bintil atau umbi katak berwarna cokelat pada bagian ketiak daun yang berguna sebagai perkembangbiakan generatif.
Porang bagus sekali jika diberi tanaman naungan dan cocok dikembangkan sebagai tanaman sela agroforestry. Porang cocok dibudidayakan sebagai tanaman sela pohon mahoni, jati, dan rumpun bambu. Bagian porang yang dipanen adalah bagian umbinya.
Umbi porang harus diiris tipis tipis, dikeringkan dahulu lalu diolah menjadi tepung porang. Tepung porang ini mengandung karbohidrat yang bisa digunakan sebagai bahan pangan alternatif. Pengolahan umbi porang harus cermat dan hati hati karena adanya kandungan kalsium aksalat yang dapat menyebabkan rasa gatal dan panas serta zat konisin yang menyebabkan rasa pahit dan getir.
Selain itu porang juga mengandung glukoman yang memiliki manfaat untuk bidang industri sebagai perekat kertas, penjernih air, bahan peledak, isolasi listrik , kosmetik dan bahan pemadat media kultur jaringan.
Harga umbi porang basah mencapai sekitar 10.000/ Kg dan harga umbi porang yang sudah diolah serta siap di ekspor berkisar 55.000/Kg. 1 buah tanaman porang bisa menghasilkan rata -- rata 2 sampai 3 Kg umbi porang. Badan Karantina Pertanian mencatat ekspor tepung porang tahun 2018 mencapai 254 ton dengan nilai 11,31 Miliar.
Untuk pasar ekspor sendiri yakni Negara- negara Asia Timur terutama Jepang membutuhkan sekitar 3000 ton / tahun tepung porang sayangnya Indonesia saat ini baru mampu memenuhi 600 ton per tahun tepung porang. Di Jepang tepung porang diolah menjadi konyaku atau sejenis agar-agar, shirataki,ramen maupun makanan olahan lainnya.
Budidaya porang bisa menjadi pilihan bertani bagi petani milenial, Budidaya porang bisa terbilang mudah karena pada dasarnya porang di Indonesia tumbuh secara liar di kebun, pekarangan maupun di hutan. Potensi pengembangan porang sangat tinggi dan terbuka terutama untuk pasar ekspor.
Dengan nilai ekonomisnya yang cukup tinggi serta diminati pasar dunia, Hal ini menjadikan bisnis porang sangat menjanjikan bagi petani milenial. Budidaya porang yang intensif serta pemeliharaan dan perawatan tanaman yang baik akan menghasilkan umbi porang yang optimal juga.
Hama dan penyakitnya juga masih cukup mudah dikendalikan. Sosialisasi dari pemerintah maupun swasta sangat dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan budidaya dan pengolahan pasaca panen umbi porang
Salah satu petani milenial yang sukses dengan budidaya porang asal Sidrap, Sulawesi Selatan adalah Syaharuddin Alrif beliau dulu hanya mampu menghasilkan 10 juta / ha namun sekarang mampu menghasilkan keuntungan lebih dari 100 juta / ha dari budidaya porang.
Produktivitas yang meningkat drastis itu beliau dapatkan karena kegigihannya dalam mengembangkan dan mencari pengetahuan baru tentang porang khususnya di daerah Sidrap. Semakin luas lahan garapan maka akan semakin besar juga potensi keuntungan yang diperoleh petani hingga mencapai miliaran rupiah. Bisa dibilang porang adalah tananam dollar yang selama ini masih belum dimanfaatkan optimal.
Penelitian serta pengembangan teknologi pengolahan yang mumpuni juga sangat diperlukan dalam mendukung potensi porang di Indonesia yang besar. Generasi muda juga mampu turut berkontribusi untuk pengembangan pertanian secara umum sesuai dengan keahlian dan kemampuannya.
Diharapkan juga pasar lokal mampu menyerap dan menggunakan umbi porang sebagai bahan baku olahan makanan maupun industri untuk mengurangi ketergantungan ekspor ke luar negeri yang rawan akan embargo ekonomi. Sehingga harga umbi porang di tingkat petani menjadi stabil dan meminimalisir permainan harga oleh para pemodal besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H