Mohon tunggu...
Nature

Paradigma Pengelolaan Kawasan Konservasi

22 Mei 2015   08:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:43 2329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PARADIGMA

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Oleh: B. Pangaribuan, S.Hut*)



PENDAHULUAN

Dalam rangka perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan, pemerintah telah menetapkan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai salah satu unsur aparatur Pemerintah Republik Indonesia yang menangani urusan perlindungan hutan dan konservasi sumber daya alam dimaksud.

Perlindungan hutan dan konservasi alam merupakan salah satu upaya strategis pembangunan nasional sektor kehutanan karena upaya ini mempunyai kaitan langsung dengan berbagai aspek kehidupan, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, maupun aspek lingkungan, mulai dari skala lokal, nasional, hingga skala global.Pembangunan bidang perlindungan hutan dan konservasi alam dilakukan dalam upaya mencapai tujuan: (1) terwujudnya fungsi kawasan hutan secara optimal, (2) terkendalinya populasi tumbuhan alam dan satwa liar, serta (3) terlaksananya pemanfaatan jasa lingkungan, baik keanekaragaman hayati maupun jasa wisata alam, secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat.

KILAS SEJARAH

Era awal pengelolaan kawasan perlindungan alam dimulai dengan apa yang disebut Era Yellowstone dimana program dan kegiatannya sangat menekankan perlindungan terhadap spesies tertentu sehingga seolah “menyingkirkan” kepentingan umat manusia. Di era 70-an, untuk kepentingan pengelolaan kawasan konservasi mulai dibagi ke dalam kategori-kategori tertentu menurut kriteria tertentu pula. Selanjutnya, tahun 80-an dimana kegiatan perlindungan kawasan dirasakan semakin penting dan mendesak serta tekanan dan potensi ancaman semakin meningkat tajam maka di setiap unit kawasan konservasi harus disusun rencana pengelolaannya yang sistemnya merujuk pada yellowstone (security approach). Setelah satu dasawarsa berlalu dirasakan bahwa pengelolaan kawasan konservasi tidak dapat hanya dilakukan oleh satu institusi saja (single institution) melainkan harus melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, khususnya masyarakat sekitar kawasan.

Kini, kondisi dimana kompleksitas pengelolaan semakin bertambah pengelolaan kawasan konservasi dituntut harus mampu memberikan manfaat ekonomi nyata bagi parapihak terutama masyarakat.

KONDISI UMUM KONSERVASI SAAT INI

Dalam tingkat global terminologi sustainable development sangat mengemuka ditambah lagi dengan tingkat kerusakan dan degradasi lingkungan dan dampaknya serta perkembangan dan akselerasi perubahan situasi yang cepat telah mengangkat isu konservasi ke permukaan secara meluas.

Sebaliknya, di tingkat nasional secara umum konservasi masih belum dipahami secara baik oleh pengambil keputusan sehingga masih bersifat elitis dan eksklusif. Konservasi belum dianggap penting dimana orientasi pembangunan masih bersifat eksploitatif dan ekstraktif.

Kerapkali, kepentingan ekonomi vs konservasi seringkali dibenturkan dan konservasi sering dikalahkan oleh kepentingan ekonomi (jangka pendek).

Di sisi lain, perubahan nilai-nilai sosial pada masyarakat berakibat pada berubahnya cara pandang dan harapan masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya alam di kawasan konservasi. Ditambah lagi dengan perubahan tatanan pemerintah dari sentralistik menjadi desetralistik dan otonomi (lebih terbuka).

Di tingkat internasional, di satu sisi kemampuan pembiayaan konservasi menurun akibat perubahan kondisi perekonomian global dan di sisi lain perhatian dunia internasional terhadap isi-isu sumberdaya alam dan lingkungan justru semakin mengemuka.

IMPLIKASI PERUBAHAN

Akibat pola perubahan di atas, masyarakat mengajukan tuntutan terhadap akses pemanfaatan sumberdaya alam kawasan konservasi yang lebih terbuka sehingga kawasan konservasi kini dipandang sebagai sumber ekonomi alternatif bagi kesejahteraan masyarakat. Pemerintah pusat memposisikan keberadaan kawasan konservasi sebagai benteng terakhir penyelamatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya namun di pihaklain pemerintah daerah memandang kawasan konservasi sebagai salah satu sumber pendapatan daerah (pengembangan ekonomi wilayah) sehingga kondisi yang berseberangan ini sangat berimplikasi terhadap dukungan para pihak. Posisi demikian menyebabkan konservasi dirasakan semakin tidak penting dan tidak prioritas dan tentunya semakin marjinal/terpinggirkan.

PARADIGMA BARU KONSERVASI

Dari sisi pengertian, pengelolaan kawasan konservasi tidak hanya untuk tujuan konservasi semata, dikembangkan utamanya untuk perlindungan hidupan liar (conservation for protecting wildlife) namun kini, konservasi mencakup tujuan sosial dan ekonomi (conservation for community welfare), restorasi, rehabilitasi dan tujuan-tujuan sosial ekonomi dan budaya.

Pemerintah yang dulunya merupakan pengelola tunggal, kini mendistribusikan secara proporsional peran para pihak (pemda/ sektor, entitas bisnis, masyarakat, dll). Peran masyarakat (setempat)dalam hal perencanaan, pengelolaan hingga monitoring/evaluasi kini lebih diakomodir. Kawasan konservasi yang tadinya merupakan aset nasional (milik pemerintah) dan hanya bermanfaat untuk kepentingan nasional kini dipandang sebagai aset publik (tanggung jawab bersama) dan sudah merupakan kepentingan lokal hingga tingkat global. Cakupan pengelolaannyadirencanakan dan dikembangkan sebagai bagian dari sistem nasional, regional dan bahkan internasional dalam bentuk jaringan kerja berupa Protected Areas Network, PAN). Lebih-lebih pengelolaan kawasan konservasi tidak semata hanya berupa respon jangka pendek pengelolaan yang bersifat teknis namun dirancang untuk dikelola dan diadaptasikan menurut perspektif jangka panjang dan berorientasi politis.

Konsekwensinya pembiayaan pengelolaan kawasan konservasi kini dibiayai dari berbagai sumber (daerah, nasional, internasional) yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Selain itu, kemampuan menajemen dikembangkan dari kearifan lokal (local knowledge) dan individu-individu berbagai keahlian (multi-skilled individuals).

IMPLIKASI MAKRO DAN MIKRO PERGESERAN PARADIGMA

Untuk itu, pergeseran paradigma pengelolaan kawasan konservasi berimplikasi terhadap peraturan dan kebijakan, biologi, sosial-ekonomi dan budaya. Secara makro, dituntut adanya perubahan terhadap UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.

Sangat dimungkinkan terjadinya pergeseran peran dan posisi tunggal kementerian teknis (LHK) yang menaunginya dikembangkan menjadi peran multi stakeholder yang berasal dari pemerintah, swasta dan masyarakat.

Dengan demikian dibutuhkan kemauan dalam melakukan perubahan terhadap kebijakan konservasi nasional sehingga lebih mengakomodasi kepentingan para pihak yang dapat memberikan manfaat riil secara optimal dan lestari.

Secara mikro, kawasan konservasi seyogyanya memberikan manfaat yang nyata dan langsung berupa akses (ruang pemanfaatan) yang lebih luas. Pembagian peran secara proporsional bagi para pihak dan sekaligus dapat mengurangi “beban” pengelolaan bagi pemerintah (pusat).

Harus dibuka ruang bagi peluang bisnis konservasi sehingga kawasan konservasi tidak hanya melulu sebagai cost center activity.

Gaya sentralistik pengelolaaan harus segera ditinggalkan ke arah pengelolaan yang lebih akomodatif dan adaptif terhadap nilai-nilai lokal ke dalam manajemen kawasan sehingga sistem perencanaannya merupakan bagian dari sistem lain yang saling berkaitan.

Pola pendekatan pengelolaan kawasan juga harus lebih persuasif, partisipatif dan kolaboratif daripada pendekatan pengamanan (security approach).

HARAPAN

Untuk itu diharapkan konservasi menjadi arus utama (mainstream) pembagunan di semua sektor dan di semua tingkat.

Konservasi harus dijadikan gerakan masif (aksi) dan menjadi pondasi hidup keseharian (way of life).

Hal ini dapat dicapai dengan mengadopsi dan mengadaptasi sistem manajemen kawasan terhadap situasi perubahan-perubahan yang cepat dan pengelolaan kawasan konservasi haruslah berbasis kinerja sehingga pengelolaannya lebih efektif, efisien dan akuntabel.

Dibutuhkan keberanian dan kemauan untuk mereformasi kebijakan di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya antar lain berupa revisi terhadap berbagai perangkat regulasi yang mengaturnya.

STRATEGI DAN LANGKAH KE DEPAN

Konservasi merupakan tanggung jawab bersama sehingga diperlukan penyamaan pemahaman pengertian konservasi bagi penggiat konservasi di semua tingkat/level. Perluasan jejaring kerja melalui diseminasi konservasi dan bukan hanya dikelola oleh institusi tunggal. Selanjutnya, dibutuhkan “panduan” konservasi bagi pembangunan daerah/sektoral untuk para pengambil kebijakan dan pelaksanya.

Konservasi harus dijadikan instrumen tawar politik bagi pimpinan daerah (eksekutif) dan legislatif.

Di tingkat masyarakat, perlu dikembangkan masyarakat konservasi sehingga konservasi tidak lagi bernuansa elitis dan eksklusif. Potensi kader konservasi perlu ditumbuhkembangkan dengan melakukan kegiatan pembinaan pendidikan konservasi sejak usia dini.

PENUTUP

Dalam mencapai keberhasilan mencapai tujuan pengelolaan konservasi perlu dilakukan adopsi perubahan paradigma kawasan konservasi dan melakukan terobosan dan inovasi konservasi baru. Pengembangan sistem komunikasi dan jejaring kerja diharapkan akan menjadi semacam efek bola salju.

Dalam upaya memberikan manfaat langsungnya, wajib dikembangkan ekonomi alternatif bagi masyarakat yang bergantung langsung pada sumberdaya alam hutan (forest-dependent people).

Referensi

___________UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

___________2008, P.57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018.

___________2008.Konservasi Indonesia. Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan. Pokja Kebijakan Konservasi. Bogor



*)Widyaiswara

Balai Diklat Kehutanan Pematang Siantar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun