Bagi banyak orang yang anti korupsi dan mencintai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penghancuran KPK Jilid 2 bab 1 telah dimulai dengan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri, Jumat (23/1/2015). Kini BW tersangka yang penahanannya “hanya” ditangguhkan. Sebagaimana dilansir kompas.com 24 Januari 2014, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja juga bakal menyusul jadi tersangka di Bareskrim karena sudah ada yang melaporkan, dan bahkan sudah banyak indikasi, Ketua KPK Abram Samad juga sudah menjadi target. Penghancuran, bukan lagi sekedar pelemahan KPK. Dan ini Jilid 2.
Dengan menyandang status tersangka, meskipun penyidik menangguhkan penahanan BW, tetapi, BW terancam dinon-aktifkan sementara dengan persetujuan presiden sebagaimana diatur dalam UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK. Praktis pimpinan KPK tinggal 3 orang. Bilamana Adnan Pandu di-BW-kan juga, maka tinggal 2 orang pimpinan KPK. Puncaknya, jika Abraham Samad kemudian di- Antasari-Azhar-kan, maka pimpinan KPK yang bentuknya kolektif kolegial itu tinggal seorang yaitu Zulkarnain. Hancurlah KPK. Apakah ini skenarionya?
Penghancuran KPK jilid 1; tentu masih banyak yang ingat Antasari Azhar yang kini masih mendekam di penjara akibat dari sepak terjangnya memberantas korupsi dengan meng-hotel-prodeo-kan banyak petinggi negara, termask Aulia Pohan ipar SBY, sejumlah kepala daerah dan anggota DPR. Puncaknya, ketidakadilan yang dialami Antasari berawal dari amburadulnya Pemilu 2009 yang dimenangi SBY-Boediono. Kasus IT (Information Technology) Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diusut KPK saat dipimpin Antasari. Namun ujungnya, Antasari malah dijebloskan ke penjara dengan tuduhan pembunuhan Nasrudin, seorang bos BUMN, setelah melalui serangkaian drama rekayasa yang bagi publik Indonesia saat ini hal itu cukup gamblang. Bareskrim yang dikomandoi Komjen Susno Duadji kala itu menetapkan Antasari sebagai tersangka otak pembunuhan Nasrudin dengan latar belakang kasus perselingkuhan, Mei 2009. Kriminalisasi Antarasari Azhar yang dihukum 18 tahun penjara inilah upaya penghancuran KPK Jilid 1 Bab 1. Komjen Susno juga kemudian dijebloskan Polri ke penjara.
Penghancuran KPK jilid 1 Bab 2, adalah upaya pemadulan KPK ketika Bibit Samad Rianto-Chandra Hamzah dijadikan tersangka saat sedang mengusut kasus bailout Bank Century, yang terkenal dengan istilah Susno Duadji, “Cicak (KPK) lawan Buaya (Polri)”. Chandra dan Bibit ditahan tak lama berselang setelah SBY bertemu para petinggi Polri dalam acara buka puasa bersama, September 2009. Kasusnya adalah penyalahgunaan wewenang dalam menangani perkara korupsi Anggoro Widjojo. Sebelum itu, dua orang tersebut juga terlibat polemik dengan Susno terkait dugaan penyadapan. Kasus ini dramatis setelah Chandra-Bibit membawa kasus ke Mahkamah Konstitusi dan persidangan mendengarkan rekaman “memilukan” tentang bagaimana elemen-elemen di Polri dan Kejaksaan terindikasi berkonspirasi dengan makelar kasus termasuk Anggodo, adik Anggoro.
Praktis, KPK kala itu menjadi lumpuh akibat kriminalisasi yang menimpa tiga pimpinannya. Untunglah kelumpuhan itu tidak berujung kehancuran, karena hari ini KPK masih eksis melakukan pekerjaannya dengan dukungan penuh publik. Berkat dukungan publik juga kala itu, khususnya melalui media sosial dan kehadiran penggiat anti korupsi di kantor KPK, Chandra dan Bibit dibebaskan, dan mendorong KPK tetap berkibar.
Penghancuran KPK Jilid 1 Bab 3, yaitu terkait penangkapan petinggi Polri Djoko Susilo oleh KPK, Novel Baswedan, salah satu penyidik terbaik KPK juga menjadi target penangkapan Polri. Novel diburu hingga ke kantor KPK pada Oktober 2012 hanya beberapa hari setelah Djoko Susilo ditangkap KPK dan dia bertindak memimpin penyidikan, dengan tuduhan penganiayaan berat atas seorang tahanan hingga meninggal, ketika dia bertugas di Polda Bengkulu 2004.
Tercatat sedikitnya ada lima petinggi KPK yang ditahan atau diupayakan ditahan oleh Bareskrim dengan berbagai tuduhan: dua dituduh penyalahgunaan wewenang, satu dituduh menyuruh memberi keterangan palsu, dan yang agak mengerikan adalah karena tuduhan pembunuhan. Benang merah lain dalam drama seri hukum tingkat tinggi ini adalah indikasi perseteruan tiga penjuru: Polri, KPK dan Istana Kepresidenan dalam kasus yang menimpa empat dari lima orang tersebut yaitu Chandra Hamzah, Bibit Samad Riyanto, Antasari Azhar, Novel Baswedan, dan terakhir Bambang.
Hari-hari ini, upaya penghancuran KPK Jilid 2 tengah berlangsung. Penangkapan BW Jumat (23/1) menambah panjang daftar “korban serangan balik” Polri terhadap pimpinan KPK. Ia ditangkap di jalan, hanya selang beberapa hari setelah dia dan Ketua KPK membuat pengumuman mengejutkan: calon tunggal Kapolri Komjen BG yang diajukan Presiden Jokowi, sebagai tersangka korupsi. Masyarakat dan awak media penasaran apa dalih Polri kali ini. Tak perlu lama, Polri menjawab: kasus kesaksian palsu tahun 2010!
Sabtu (24/1/2015) siang, KPK kembali diguncang dengan dilaporkannya Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja ke Bareskrim Mabes Polri oleh Muklis Ramlan selaku kuasa saham dari PT Desy Timber. Mantan komisioner Kompolnas itu dilaporkan terkait kasus perampasan saham. Berdasarkan laporan polisi itu, Adnan diduga telah melakukan tindak pidana memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik serta turut serta melakukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 KUHPidana juncto pasal 55 KUHPidana. Kegiatan tersebut diduga telah dilakukan sejak tahun 2006 sampai sekarang. Akankah Adnan di-BW-kan juga untuk tujuan dinon-aktifkan sebagai pimpinan KPK? Meski pelapor mengaku tidak ada muatan politis, tetapi siapa pun akan mempersepsi laporan ini sebagai skenario lanjutan dari penangkapan BW untuk menghancurkan KPK.
Rangkaian penangkapan BW dengan pelaporan Adnan, upaya kriminalisasi pimpinan KPK kali (jilid 2) ini tampaknya tidak akan hanya berhenti pada BW dan Adnan. Upaya serupa pun patut diduga tengah diarahkan kepada Ketua KPK Abraham Samad. Abraham Samad bisa saja dibidik lewat penetapan Komjen BG sebagai tersangka, yang dinilai sangat dipaksakan dan dianggap menyalagunakan kekuasaan dan dilaporkan kuasa hukum BG atau gugatan Praperadilan. Akibat pelaporan tersebut Abraham harus siap-siap jika suatu saat nanti jika bukti dianggap cukup oleh penyidik akan ditetapkan Bareskrim sebagai tersangka. Publik juga harus siap-siap.
Selain itu, Abraham Samad diterpa isu dugaan pernah melakukan lobby politik pada Pilpres yang lalu kepada petinggi PDI-P untuk menjadi Wapres dari Jokowi, yang ditiupkan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto beberapa hari berselang. Bahkan beberapa LSM Lembaga KPK Watch Indonesia sudah meminta kepada Bareskrim untuk menelusiri kebenaran Isu Efek rumah kaca tersebut. Beberapa anggota DPR sudah siap-siap memojokkan Abraham Samad.
Tudingan bahwa PDI-P ingin melemahkan KPK bertiup makin liar ketika publik sadar semua peristiwa ini saling berkaitan yang dimulai dari Komjen BG. Selain Plt Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto menguak manuver politik yang dilakukan Ketua KPK Abraham Samad jelang Pilpres 2014 lalu, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Sugianto Sabran melaporkan kasus keterangan palsu dalam persidangan MK terkait pilkada pada tahun 2010 di Kotawaringin Barat. Pelapor Sugianto Sabran saat ini tercatat sebagai anggota Komisi III DPR RI dari PDIP periode 2014-2019. Berdasar laporan, tim penyidik Mabes Polri menetapkan BW sebagai tersangka. Apakah PDI-P berada dibalik penghancuran KPK? Atau PDI-P “menyediakan dirinya” melalui Hasto dan Sugianto ditunggangi untuk menghancurkan KPK dan menitipkan bola mendidih di tangan Jokowi?
Dari rangkaian kasus-kasus bersambung sejak 2009 ini, KPK seperti tidak bisa tenang melakukan tugasnya memberantas korupsi. Pimpinan KPK tampaknya akan selalu menjadi target kriminalisasi apabila mengusik buaya-buaya yang memanfaatkan jabatannya memperkaya diri mengambil uang negara atau hak rakyat. Sialnya, orang baik yang mengurus negara akan sendirian, dimaki, dicerca bahkan dapat saja dikriminalisasikan layaknya penjahat kelas kakap. Agaknya, ada benarnya adagium, di k orang-orang gila, yang waras dianggap sinting.
Akankah Upaya Penghancuran KPK Jilid 2 ini bakal berhasil? Tidak, jika dibentengi masyarakat anti korupsi, baik via media sosial atau secara langsung. KPK akan tetap kokoh bila rakyat mendukung presiden untuk tegas dan berani membersihkan Polri dari tangan-tangan kotor, berani membebaskan Polri dan KPK dari kepentingan politik. #SaveKPK #SavePOLRI #SaveIndonesia.
Bandung, 24 Januari 2015
Bernard Simamora
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H