Simbol 'V' sebagaimana kerap kita lihat dalam setiap postingan di medsos, ternyata memiliki makna dan sarat dengan muatan historis yang dalam. Dalam Perang Dunia II, simbol ini menjadi ekspresi Victory (Kemenangan) Pasukan Inggris terhadap Jerman. Simbol ini secara tegas digunakan oleh PM Inggris Winston Churcill sebagai propaganda untuk melawan NAZI. Â Hal yang senada digunakan oleh Generasi Muda Amerika Serikat pada tahun 1970, saat memprotes invasi AS ke Vietnam. Kaum Muda AS mengkampanyekan simbol 'V' sebagai tanda perDAMAIan melawan militerisme.
Simbol ini juga booming di Timur Tengah saat "Arab Spring", saat Libya, Mesir, Yaman, Yordania dan Bahrain sebagai protes atas pendindasan pemerintahan mereka. Pada tahun 1969, Yaseer Arafat menggunakan simbol yang sama sebagai bentuk perlawanan  terhadap Israel.
Dalam budaya populer, simbol ini sangat sering digunakan oleh kaum muda di berbagai belahan dunia, baik saat berpose dalam foto maupun dengan ungkapan peace dalam cuplikan video.
Muatan makna kemenangan dan perdamaian dalam simbol 'V', semakin santer terdengar dan membumi saat memasuki ranah demokrasi dalam intensi perpolitikan. Para politisi juga mempopulerkan simbol ini, sebagai bentuk perlawanan terhadap penguasa atau petahana yang hidup dalam comfort zone dan minim dengan terobosan-terobosan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Dalam berbagai kesempatan dan momen, Generasi Muda mengekspresikan simbol ini sebagai bentuk kebahagiaan dari hati, sebagai ungkapan "kemenangan", terhadap egosentrisme dan sikap damai yang mesti disampaikan kepada publik. "Silent Action" yang termuat dalam pesan simbolis ini, menjadi sebuah gerakan generasi muda untuk 'membongkar' tatanan kehidupan yang hipokrit yang mengatasnamakan kepentingan umum.
Generasi muda sebagai kaum pembaharu dan pelopor pembangunan, memiliki idealisme yang tidak bisa didoktrin dengan konsep fanatisme sempit. Generasi muda sebagai "Agent of Change", hadir sebagai garam dan cahaya yang mampu menetralisir pembusukan dalam tatanan birokrasi, baik dalam pemerintahan maupun masyarakat.
Terkhusus di Nias Selatan, menggeliatnya gerakan kaum muda dengan nama GMNS (Generasi Milenial Nias Selatan) hadir sebagai penyejuk dalam kontestasi demokrasi bernama pilkada. Kehadiran GMNS dengan tema Gerakan "Millenial Generations must be the Agent of Change). GMNS mengusung hastag #PemudaCerdas #PemudaBerani #WearetheAgentofChange. Nuansa yang diharapkan terealisir adalah terbentuknya sebuah mindset politik yang benar, yang  mampu memutus lingkaran setan dendam politik yang terus bergulir dari waktu ke waktu. Untuk sebagian Generasi Muda yang sudah terkontaminasi konsep politik sebagai pertarungan, agar merubah konsep tersebut menjadi perlombaan untuk melakukan yang terbaik.
Kehadiran GMNS harus membentuk diri menjadi pembawa kemenangan dan perdamaian. Generasi Milenial harus mampu menolak segala bentuk hoax, dusta dan fitnah, dan menjadi pelopor perdamaian yang melihat pesta demokrasi sebagai ajang untuk bekerjasama, menemukan sukacita dan mempererat tali persaudaraan. Generasi Milenial harus mampu berlaku sebagai garda terdepan untuk mensosialisasikan gerakan kemenangan hak rakyat dan perdamaian atas nama persaudaraan, satu tumpah darah di tanah pertiwi ini.
Salam 'V' atau salam 'Dua Jari' adalah gerakan dan harapan grasroot yang secara tersistem menjadi korban politik. Generasi Milenial yang notabene memiliki karakter unik (pembaharu), harus menjadi "Voice of Voiceless" agar eksistensinya tetap berjalan sesuai dengan dinamika yang seharusnya. Salam GMNS.
#bernardndruru