Rakyat Indonesia kemudian sepakat untuk menjadikan bahasa Melayu, yang telah distandarkan oleh pengguna di Tanah Air, sebagai pemersatu.
Bahasa Melayu, yang telah distandarkan oleh pengguna di Nusantara, kemudian disebut bahasa Indonesia, yang baru mendapatkan momentumnya pada 28 Oktober 1928, ketika Sumpah Pemuda.
Antara 1926-1928, ketika perjuangan kaum Nasionalis sedang membara, diselenggarakan Kongres Pemuda sebanyak dua kali.
Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928, melahirkan draf Sumpah Pemuda, yang salah satu isinya berbunyi, "Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia."
Salah satu kalimat dalam Sumpah Pemuda tersebut merupakan deklarasi resmi bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia juga diterima oleh masyarakat pribumi, yang berarti bahasa ini telah menjadi bahasa pemersatu bangsa.
Pada 25-28 Juni 1938, dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia di Solo.
Kongres tersebut menghasilkan pengukuhan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara, yang ditetapkan dalam Pasal 36 UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.