Tidak dapat dipungkiri bahwasanya di Indonesia gender sudah menjadi pembicaraan umum dikalangan intelek maupun non-intelek. Mula dari kalangan pelajar, mahasiswa, pejabat kantoran, bahkan sampai pekerja di pasar. Sebuah kebanggaan tersendiri jika masalah gender ini sudah menjadi pembicaraan di kalangan umum. Hal ini dengan harapan, gender tidak lagi di permasalahkan di masyarakat. Karena di Indonesia gender selalu bertabrakan dengan kebiasaan atau adat di masyarakat. Tidak hanya masyarakat jawa yang terkenal akan perbedaan yang sangat mencolok, tetapi hal ini juga terjadi di kebiasaan atau adat lainnya. Mulai dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia.
Bahasan mengenai gender memang sudah menjadi jamur di masyarakat. Namun, apakah masyarakat sadar apa itu gender? Lalu apa perbedaannya dengan seks? Gender berasal dari bahasa inggris genderyang artinya kelamin. Yakni perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari nilai dan tingkah laku. Seperti, pembagian tugas, tanggung jawab, fungsi, hak, kewajiban dalam sosial-budaya dari sekelompok masyarakat. Hal ini dapat berubah sewaktu-waktu dan di kondisi apapun. Lalu seks adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bersifat kodrati yang berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Nah, sekarang kita tahu gender itu apa. Pemahaman gender secara simpel yakni hanya perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan yang tidak berdasarkan kodrat. Tetapi saat ini sedang gencar disuarakan tentang persamaan gender. Padahal bukan pada era pasca reformasi ini kesetaraan gender disuarakan. Kita memiliki tokoh nasional yang sangat berpengaruh dalam kesetaraan gender pada zaman penjajahan.Â
Beliau bukan dari kalangan rakyat biasa, melainkan dari golongan atas atau keraton yang memiliki aturan yang mengikat dan sangat bertentangan dengan kesetaraan gender. RA. Kartini, beliau adalah tokoh fenomenal emansipasi wanita yang terkenal dengan surat-suratnya yang dibukukan dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Atas perjuangan beliau, kesetaraan gender di Indonesia khususnya di daerah jawa dapat terealisasikan. Perempuan bukan saja berada di dapur, mengurus rumah, tetapi perempuan sekarang ini juga bisa berkarir layaknya laki-laki. Tetapi perlu digaris bawahi meskipun perempuan bekerja layaknya laki-laki, namun perempuan tidak lupa dengan kewajibannya.
Lalu mengapa saat ini gender masih dipermasalahkan? Bukankah pemahaman gender sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat kita? Kita lihat berita-berita di TV, banyak perempuan yang menjadi korban jual beli manusia, maupun kekerasan dalam rumah tangga. Atau dalam hal kesempatan memperoleh pekerjaan, membuka izin usaha, atau bahkan sering perempuan dinomorduakan dalam peluang bidang politik, karir, bahkan pendidikan.Â
Dan seharusnya keadilan gender ada untuk menguatkan kesetaraan gender tersebut. Percuma saja banyak disuarakan kesetaraan gender dimana-mana tetapi tidak ada keadilan gender yang menguatkannya. Maksud dari keadilan gender adalah suatu kondisi yang didalamnya tidak ada pembedaan terhadap pembagian tugas, tanggung jawab, fungsi, hak, kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Dalam pandangan Islam, gender bukanlah alasan untuk tidak berlaku adil antara perempuan dan laki-laki. Islam tidak membedakan atara perempuan dan laki-laki hanya saja Islam memberikan tatanan praktis atau aturan yang lebih rinci berkaitan peran dan fungsi masing-masing, ada kalanya sama, ada kalanya berbeda. Namun perbedaan ini tidak bisa dinilai dengan ketidak adilan atau ketidak setaraan gender. Itulah yang saya dapatkan ketika mengikuti penerimaan anggota salah satu OMEK di UIN Malang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H