Kebanyakan orang akan bicara bahwa hukum di Indonesia dapat di “beli”... yang menang mereka yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar.
Apakah benar???
Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum di Indonesia sudah sering kita jumpai sebenarnya. Misalnya yang paling sering kita lihat dan bukan rahasia lagi adalah ketika seseorang yangmelanggar peraturan lalu lintas di jalan dan ketahuan oleh polisi maka dia akan di kenakan surat tilang, maka orang yang melanggar tersebut dapat membayar uang denda kepada polisi dan langsung bebas dari hukuman. Padahal semua itu ada prosedur tertentu.
Kasus nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh nenek Minah. Saya setuju apapun yang namanya pencurian harus di hukum. Namun jangan melupakan hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Untuk datang ke persidangan saja nenek Minah harus meminjam uang sebanyak Rp 30.000,-untuk biaya transportasi. Seorang nenek Minah yang buta huruf tidak mengerti tentang hukum dengan jelas saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan yang dibuat-buat.
Bagaimana dengan KORUPTOR kelas kakap? Ini sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum di Indonesia. Apakah karena mereka mempunyai uang, kekuasaan, sehingga harus berbelit-belit menegakkan hukum dengan para kakap ini?
Ini sangat deskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Apa bedanya para koruptor dengan mereka-mereka itu?
Saya tidak membenarkan tindakan pencurian yang dilakukan oleh nenek Minah, saya juga tidak membela perbuatan nenek Minah ini. Tetapi di mana keadilan hukum itu? Dimana prinsip kemanusiaan yang tercantum dalam pancasila sila ke-2 itu?
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, banyak uang, dan kekuatan. Perlu sekali adanya reformasi hukum, melakukan pembaruan dalam sikap, cara berfikir, tingkahlaku manusia, dan tidak lupa aspek kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H