kedua, "logos", yang berarti "sesuai dengan akal", berarti bahwa buah pikiran yang diungkapkan dalam berpidato harus mempertimbangkan nalar. Nalar dapat didefinisikan sebagai pemahaman yang mendalam, kemampuan intelektual, atau pikiran.
Ketiga, ethos. Ethos secara harfiah berarti sikap, kepribadian, watak, dan karakter. Dalam hal keberhasilan beretorika, seorang pembicara harus memiliki sikap, kepribadian, watak, dan karakter agar pesannya dapat dipercaya oleh pendengar.
Retorika berkaitan dengan ilmu komunikasi. karena keduanya membahas atau mempelajari tentang interaksi komunikatif manusia, yang mencakup pengiriman pesan oleh orang yang berbicara, penerimaan pesan oleh orang yang mendengarkannya, dan pemerosesan pesan melalui media tertentu.
Retorika juga bersinggungan dengan psikologi. Terutama psikologi pembicara dan pendengar. Kesamaan situasi terletak pada objeknya, yaitu berbicara tentang tingkah laku dan mentalitas orang tersebut. Secara epistemologis keduanya mencakup sains dan sains terapan. Ketika seseorang berpidato, sebenarnya yang terjadi bukan sekadar proses retoris, melainkan proses psikologis juga.
Secara praktek, retorika dapat dilihat dari beberapa cara. Pertama, retorika oratoris, atau biasa disebut retorika dosen, cenderung bersifat informatif dan mendidik. Kata-kata kedua politisi itu meyakinkan. Ketiga, retorika pemerintah seringkali kaya dan persuasif.
Ini adalah ruang lingkup retorika, yang mencakup definisi, karakteristik ilmiah, kerangka filosofis dan praksis, elemen, bagian, dan hubungannya dengan bidang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H