Setelah puas berkeliling, dan waktu ibadah semakin dekat, saya membawa barang-barang tersebut ke kasir.
Sedikit mengantre di depan kasir, akhirnya beres juga proses membayar. Total belanjaan hanya Rp21.100,- sesuai dengan perkiraan.Usai dari sana, kami kembali ke gereja untuk mengikuti ibadah.Â
Nah, saat ibadah itulah pikiran saya sempat sesaat melanglang ke kegiatan berbelanja tadi, rasanya seperti ada yang ganjil. Namun, karena masih ibadah, cepat saya enyahkan pikiran tersebut.Â
Sesaat selesai ibadah, langsung saya mencari tahu dimana letak keganjilannya. Setelah diingat-ingat lagi, seharusnya rupiah yang saya bayarkan lebih besar dari 21 ribu. Apakah saya mendapat diskon?Â
Untungnya setruk belanja masih disimpan di dompet, tidak saya buang. Dengan cermat saya perhatikan apa yang tercetak dalam setruk.Â
Got it! Ketemu juga dimana letak ganjilnya. Saya membeli dua bungkus mi instan yang sama, tetapi yang tercetak dalam setruk hanya satu! Jadi bukannya dapat diskon, tetapi mbak kasir sepertinya lupa menghitung dua kali untuk mi instan tersebut.Â
Nilainya memang tidak seberapa. Dibulatkan pun hanya tiga ribu rupiah untuk satu bungkus mi instan yang belum terbayar. Akan tetapi, nilainya akan jadi besar jika diakumulasi dengan kesalahan-kesalahan lain yang mungkin dilakukan kasir selama tempo tertentu.Â
Sependek pengetahuan saya, setiap toko, minimarket atau supermarket secara berkala melakukan aktivitas pengelolaan stok barang. Proses tersebut dalam dunia bisnis dikenal dengan istilah stock opname.
Masalah akan timbul saat stock opname jika terjadi ketidakcocokan antara stok tersedia dengan jumlah barang terjual. Sederhananya, barang di rak lenyap, tapi uangnya tidak ada.
Akibatnya, risiko kehilangan barang umumnya dibebankan kepada karyawan yang bertugas atau berhubungan langsung dengan customer.
Oleh karena itulah, meski nilainya kecil, bisa jadi uang tersebut sangat berarti bagi seorang kasir.Â