Pride and Prejudice adalah salah satu film favorit saya. Bahkan bisa dikatakan terfavorit. Karena inilah film satu-satunya yang sudah saya tonton berulang-ulang lebih dari 10 kali.Â
Mungkin ada yang bertanya, enggak bosan menonton hingga 10 kali? Jawabannya, enggak!Â
Sejak menonton perdana sekitar tahun 2005 silam, Pride and Prejudice langsung memikat hati. Saking seringnya menonton, saya sampai hafal beberapa dialog dalam film ini.Â
Kala itu, saya menontonnya di rumah menggunakan VCD Player. Kaset VCD (Video Compact Disc) film ini saya beli dari lapak penjual kaset bajakan di pasar.Â
Kenapa beli kaset bajakan bukan yang asli? Karena harga kaset yang asli kala itu, mahal. Bisa mencapai 100 ribu rupiah perkaset. Sementara harga kaset bajakan sangat terjangkau. Perkaset dibanderol lima hingga tujuh ribu rupiah saja.Â
Memang membeli kaset bajakan tidak benar. Hanya saja, masa itu konsumen berkantung pas-pasan kayak saya tidak punya pilihan.Â
Pride and Prejudice merupakan film bergenre drama romantis. Film ini diadaptasi dari sebuah novel klasik dengan judul yang sama. Adalah Jane Austin, sang novelis terkenal asal Inggris yang telah menciptakan karya sastra yang begitu indah ini.Â
Buat saya, semua hal yang disajikan dalam film ini begitu apik. Alur cerita, dialog-dialog, akting para pemain, konflik, musik, hingga sajian pemandangan desa di Inggris abad pertengahan begitu memikat.Â
Begitu antusiasnya akan film ini, membuat saya pengin sekali membaca novelnya. Sebagai seorang penggemar novel, ketika itu saya cukup merasa kecolongan. Ada cerita sekeren ini, kok saya belum baca novelnya.Â
Namun, hal ini wajar saja. Lebih dari dua puluh tahun silam, novel-novel klasik asing tidak mudah diperoleh. Terlebih buat saya yang semula tinggal di kota kecil. Baik novel asli maupun terjemahannya sulit didapat. Di toko-toko buku besar pun, tidak setiap saat ada.