Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Biar Tidak Berakhir Menjadi Layangan Putus, Lakukan 4 Hal Ini Sebelum Menikah

22 Januari 2022   16:09 Diperbarui: 23 Januari 2022   13:09 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu adegan antara Mas Aris dan Kinan dalam serial Layangan Putus(Rilis pers WeTV via Kompas.com)

Akhirnya, saya nonton juga serial "Layangan Putus". Sebuah kisah pernikahan yang cukup tragis menurut saya. Sebuah pernikahan yang luluh lantak akibat perselingkuhan.

Tadinya saya tidak terlalu tertarik untuk nonton. Saya bukan penggemar sinetron atau film Indonesia. Bukannya tidak cinta dengan produk negeri sendiri, tetapi lebih karena sering dikecewakan.

Terkadang iklannya ada di mana-mana, promosinya gila-gilaan, eh pas nonton, B aja tuh... kecewa banget.

Akhirnya sekarang, saya pilah-pilah saja, Kalau yang main aktor sekelas Reza Rahadian, pasti nilai film atau serial itu di atas rata-rata lah. Apalagi ini sampai viral di mana-mana, ya udah, nonton deh..

Baru tahu juga kalau Layangan Putus ini diadaptasi dari novel yang diangkat dari kisah nyata Mommy ASF yang dulu sempat viral di media sosial. Saya juga sempat baca beritanya waktu itu, tapi nggak ngikutin ceritanya.

Ternyata ceritanya sedih banget ya. Untuk istri dan anaknya tentunya. Sekaligus bikin kesel sampai ke ubun-ubun untuk suami dan wanita pelakor itu.

Mommy ASF yang memiliki kisah asli Layangan Putus ini akhirnya bercerai dari suaminya dengan memboyong 4 anak dari pernikahannya. Sementara sang suami memilih selingkuhannya yang seorang selebgram. Hhhhh!!

Sebenarnya, kisah-kisah nyata tentang hancurnya rumah tangga akibat pelakor ini banyak terjadi di sekitar kita.

Beberapa teman saya pun mengalaminya. Sedih kala mendengar kisah mereka. Ketika mereka mati-matian mempertahankan rumah tangga, eh suaminya malah lebih memilih wanita selingkuhannya. Pasti berdarah-darah rasanya.

Belajar dari berbagai kisah kehidupan pernikahan, juga ramainya perceraian yang terjadi karena perselingkuhan, saya ingin membagikan sedikit saran bagi adik-adik muda yang belum menikah, sebagai pegangan awal agar sebuah pernikahan tidak berakhir menjadi layangan putus.

Khususnya hal-hal yang sebaiknya dipersiapkan dan dilakukan saat-saat perkenalan dan menjalin hubungan dekat, sebelum memasuki biduk pernikahan.

1. Sebelum pacaran, pastikan ada waktu pedekate yang cukup

Untuk mengenal benar pribadi dan karakter seseorang tidak bisa dalam hitungan satu dua bulan. Banyak waktu dan beragam keadaan yang sebaiknya dilewati.

Sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan dekat atau berpacaran dengan seseorang, berikan waktu untuk masa pedekate atau pendekatan. Misalnya beberapa bulan atau paling lama satu tahun.

Masa pdkt ini kita jadikan sebagai masa observasi atau penilaian, sejauh mana calon pasangan ini layak dijadikan pasangan spesial. Sambil pula menilai apakah dengan berbagai karakter yang dimiliki apakah kita bisa saling menyesuaikan diri dan cocok untuk menjalin hubungan.

2. Jangan kebelet menikah, lewati masa pacaran yang lebih panjang

Lepas dari masa pdkt dan dirasa cocok, mulailah menjalin hubungan spesial alias berpacaran.

Dalam masa pacaran ini kita harus tetap melakukan observasi dan penilaian terus-menerus, bahkan harus lebih intens. 

Perhatikan karakternya, sifat-sifatnya, dan perilakunya sehari-hari dalam berbagai situasi. Lihat pula bagaimana reaksinya dalam menghadapi suatu masalah.

Jangan begitu pacaran ingin segera menikah, kayak orang kebelet ke belakang. Buru-buru menikah tanpa melalui masa pacaran yancg cukup hanya akan merugikan diri sendiri pada akhirnya.

Jangan samakan situasi sekarang dengan era perjodohan zaman dulu. Mendengar cerita dari kakek-nenek kita, banyak diantara mereka yang baru bertemu suami atau istrinya pertama kali di kursi pengantin atau di ranjang pengantin, tetapi pernikahannya langgeng seumur hidup. Beda zaman beda situasi, jangan samakan.

Kenapa beda? Karena zaman kakek-nenek kita, belum ada hape, belum ada media sosial, kehidupan juga belum secanggih sekarang. Kalau mau selingkuh berat di ongkos. Kalau nggak berduit banget, sulit mau selingkuh.

Lha, zaman sekarang, selingkuh nggak perlu repot, cukup modal awal hape dan jempol. Makanya. lihat aja sekarang, gaji pas-pasan aja bisa selingkuh!

Sudah banyak saya lihat rumah tangga hasil perkenalan instan dan pernikahan kebelet. Bukan bulan madu yang didapatkan pada tahun-tahun awal pernikahan, melainkan ribut terus-menerus, bahkan tak jarang berakhir di meja pengadilan.

Mengapa bisa begitu? Sebenarnya jawabannya gampang banget. Ya, karena pasangan menikah kebelet ini pada dasarnya belum saling mengenal karakter masing-masing. Umumya mereka akan terkaget-kaget setelah menikah. 

Ada yang terkaget-kaget karena ternyata pasangannya temperamen. Ada yang shock karena pasangannya cemburuan buta.

Paling nggak enak tentunya kalau seorang istri kaget karena ternyata suaminya mata keranjang dan doyan main cewek, habislah. Selamat menderita dan makan hati!

Saya sendiri bersama suami melewati masa bersama yang cukup panjang sebelum menikah. Masa pdkt 1 tahun , lalu berpacaran 4,5 tahun. 

Selama masa kebersamaan sebelum menikah yang totalnya hampir 6 tahun tersebut, kami bahkan bertemu hampir setiap hari, karena kami berdua sempat bekerja di perusahaan yang sama.

Durasi waktu serta situasi tersebut lebih dari cukup untuk kami berdua saling mengenal pribadi dan karakter maing-masing.

3. Samakan komitmen dan pandangan tentang pernikahan

Saat saya pacaran, berkali-kali saya dan suami membicarakan tentang pernikahan yang kami berdua impikan.

Syukurlah, impian kami berdua sejalan, sesuai dengan hukum dalam kepercayaan kami. Bahwa pernikahan kami akan menjadi pernikahan sekali seumur hidup.

Bahwa pernikahan bukan main-main. Bahwa pernikahan adalah komitmen untuk saling mencintai dan saling setia sampai akhir hayat, no matter what, apapun yang terjadi.

Menyamakan persepsi dan mempertegas makna pernikahan dengan calon pasangan merupakan salah satu cara untuk komitmen menciptakan pernikahan yang sehat bebas dari perselingkuhan.

Kalau saat pacaran terlihat pasangan ogah-ogahan ketika diajak berbicara tentang komitmen pernikahan, atau menjawab dengan penuh diplomasi yang sebenarnya menolak komitmen, hati-hati. Bisa jadi sudah terlihat bibit-bibit perselingkuhan.

4. Pertimbangkan pendapat orangtua

Saat suami saya (saat itu masih pacar) berkenalan dengan ibu saya, ibu saya langsung suka dan merasa "klik" dengan calon menantunya. Padahal pertemuan pertama itu durasinya tidak sampai satu jam, tetapi suami saya sudah membuat ibu saya jatuh hati.

Pendapat ibu ini menjadi pegangan kuat bagi saya untuk melangkah mantap menuju gerbang pernikahan. Tanpa pendapat yang baik dari ibu, tentu saya tidak akan berani melangkah lebih jauh apalagi sampai menikah.

Mengapa saya sangat mempertimbangkan pendapat orangtua? Karena bagaimanapun, orangtua lebih dulu lahir ke dunia.

Mereka sudah merasakan lebih dahulu pahit manisnya kehidupan, tentu intuisi mereka bisa saja lebih baik. Dan pastinya, semua orangtua ingin anak-anaknya mendapatkan pasangan hidup yang terbaik.

Dan hal ini terbukti. Sampai hari ini, sudah hampir 15 tahun menikah, suami saya bahkan menjadi menantu kesayangan juga kebanggaan ibu.

Seandainya saya tidak bahagia dengan pernikahan saya, tentu suami saya tidak akan mungkin menjadi menantu yang dicintai mertua.

Situasi ini memang tidak bisa digeneralisasikan, karena pasti ada saja orangtua yang hanya melihat calon pasangan anaknya dari satu sisi dan justru mengesampingkan sisi-sisi krusialnya.

Akan tetapi, tidak ada salahnya pendapat orangtua menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan calon pasangan hidup. Andaikata orangtua tidak merestui, jangan memaksakan kehendak.

Lebih baik bawa dalam doa, cari jalan keluarnya secara baik-baik. Jangan pernah berpikir pula untuk "kawin lari", susah potong kue pengantinya, kan sambil lari-lari.... 

Bagaimanapun restu orangtua itu penting, ya nggak, guys....?

***

Demikian sedikit saran dari saya sebagai orang yang sudah lebih dulu menikah. Semoga tidak ada lagi pernikahan yang berakhir menjadi layangan putus. Selamat bermalam minggu.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun