Syukurlah, impian kami berdua sejalan, sesuai dengan hukum dalam kepercayaan kami. Bahwa pernikahan kami akan menjadi pernikahan sekali seumur hidup.
Bahwa pernikahan bukan main-main. Bahwa pernikahan adalah komitmen untuk saling mencintai dan saling setia sampai akhir hayat, no matter what, apapun yang terjadi.
Menyamakan persepsi dan mempertegas makna pernikahan dengan calon pasangan merupakan salah satu cara untuk komitmen menciptakan pernikahan yang sehat bebas dari perselingkuhan.
Kalau saat pacaran terlihat pasangan ogah-ogahan ketika diajak berbicara tentang komitmen pernikahan, atau menjawab dengan penuh diplomasi yang sebenarnya menolak komitmen, hati-hati. Bisa jadi sudah terlihat bibit-bibit perselingkuhan.
4. Pertimbangkan pendapat orangtua
Saat suami saya (saat itu masih pacar) berkenalan dengan ibu saya, ibu saya langsung suka dan merasa "klik" dengan calon menantunya. Padahal pertemuan pertama itu durasinya tidak sampai satu jam, tetapi suami saya sudah membuat ibu saya jatuh hati.
Pendapat ibu ini menjadi pegangan kuat bagi saya untuk melangkah mantap menuju gerbang pernikahan. Tanpa pendapat yang baik dari ibu, tentu saya tidak akan berani melangkah lebih jauh apalagi sampai menikah.
Mengapa saya sangat mempertimbangkan pendapat orangtua? Karena bagaimanapun, orangtua lebih dulu lahir ke dunia.
Mereka sudah merasakan lebih dahulu pahit manisnya kehidupan, tentu intuisi mereka bisa saja lebih baik. Dan pastinya, semua orangtua ingin anak-anaknya mendapatkan pasangan hidup yang terbaik.
Dan hal ini terbukti. Sampai hari ini, sudah hampir 15 tahun menikah, suami saya bahkan menjadi menantu kesayangan juga kebanggaan ibu.
Seandainya saya tidak bahagia dengan pernikahan saya, tentu suami saya tidak akan mungkin menjadi menantu yang dicintai mertua.