Selamat Hari Guru bagi guru di seluruh Indonesia. Pengalaman menjadi guru pada usia sangat muda pernah saya rasakan dan tak terlupakan karena diikuti kejadian yang membuat saya menyesal setelahnya.
Tanggal 25 November selalu menjadi tanggal spesial buat saya. Saya berasal dari keluarga guru. Ibu dan almarhum ayah saya dulunya berprofesi sebagai guru.Â
Tanggal tersebut juga adalah peringatan hari kelahiran almarhum ayah. Jadi setiap tanggal 25 November selalu ada perayaan kecil di rumah untuk merayakan keduanya.
Sepertinya saya pun memiliki sedikit warisan talenta sebagai guru. Meskipun saya tidak pernah menjadi guru di sekolah formal, saya pernah menjadi guru Sekolah Minggu saat mahasiswa dulu. Setelah menikah dan sebelum pandemi saya pun menyambi menjadi guru les.
Namun, pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika seorang guru meminta saya dan dua orang teman lainnya untuk menjadi "guru" bagi teman-teman sekelas kami. Ketika itu saya masih duduk di bangku kelas 2 SMP (kelas VIII sekarang).
Mata pelajaran yang kami ajarkan adalah satu mata pelajaran (mapel) yang terlihat cukup mudah tetapi krusial, karena nilainya tidak boleh merah di rapor. Andaikata nilainya merah, yakni nilai lima ke bawah, otomatis siswa tidak akan naik kelas.
Jumlah siswa dalam satu kelas dibagi ke dalam tiga kelompok. Saya dan dua teman saya menjadi guru di setiap kelompok.Â
Selama beberapa bulan menjelang kenaikan kelas, saya mengajar dua kali seminggu pada sore hari, dengan mengambil tempat di salah satu ruang kelas di sekolah.
Ketika itu saya benar-benar menjadi guru di depan kelas. Materi yang diajarkan diambil dari kumpulan soal-soal yang telah disiapkan guru mapel tersebut sebelumnya. Tugas saya hanyalah menuntun teman-teman untuk menemukan jawaban yang benar dari setiap soal.
Saya sebenarnya tidak mengerti mengapa untuk mata pelajaran yang cukup mudah menurut saya harus diberi pelajaran tambahan.