Kasus kekerasan seksual yang baru-baru ini terjadi di sebuah perguruan tinggi ternama di Riau yang dilakukan seorang dosen pada mahasiswanya sangat mencoreng dunia pendidikan kita. Syukurlah akhirnya lMendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi.
Menilik dari namanya, Â "perguruan tinggi"., sejatinya kampus menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang telah memiliki pola pikir, sikap, perilaku, dan kemampuan mengendalikan diri "tingkat tinggi" pula.
Apalagi sebagai seorang pengajar setingkat dekan misalnya, yang pasti sudah bertahun-tahun mengabdi sebagai dosen, dan memiiliki pengalaman segudang dalam menghadapi mahasiswa.
Pengajar sekelas ini tentu sudah sangat piawai menata hati, pikiran, dan sikapnya saat berhadapan dengan mahasiswa.
Dari sisi dosen, dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang dekan di Riau ini sungguh amat disayangkan. Bertahun-tahun mengajar hingga ada di posisi dekan bukanlah perjuangan mudah.
Hanya gara-gara nafsu sesaat yang lalai dikendalikan, rusak segala citra, bahkan mungkin karir. Alangkah ruginya. Mencoreng muka sendiri.
Dosen menyadari konsekuensi yang harus dihadapi sebagai pengajar di perguruan tinggi
Kampus merupakan tempat berkumpulnya banyak gadis-gadis dan perjaka-perjaka muda sebagai mahasiswa. Keberadaan mereka di kampus untuk menuntut ilmu di jenjang tinggi sebelum umumnya mereka memasuki dunia kerja.
Untuk perguruan-perguruan tinggi negeri dan swasta ternama, bahkan jumlah mahasiswanya sampai ribuan. Kemanapun kaki melangkah di area kampus, pasti akan selalu berpapasan dengan mahasiswa.Â
Sebagai remaja yang baru memauski usia dewasa, tak bisa dipungkiri, mahasiswa-mahasiswa ini terlihat begitu polos dan segar. Pastinya sangat nyaman dipandang mata.