Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Momoy, Bayi Kucing yang Malang

16 November 2021   17:45 Diperbarui: 17 November 2021   07:19 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari, tiga bulan lalu, menjelang tengah malam kami menyelamatkan seekor bayi kucing. Bayi kucing ini dibuang orang tak dikenal di depan kompleks, tidak jauh dari rumah kami.

Entah apa yang ada di pikiran orang asing ini, sehingga bayi kucing ini diletakkan begitu saja di atas tanah, tanpa alas apapun.

Bayi kucing ini masih sangat kecil. Matanya baru satu yang terbuka, dan baru bisa merangkak. Saya perkirakan usianya belum genap 10 hari.

Mendengarnya mengeong-ngeong, tak sampai hati membiarkannya. Saya pun membawanya pulang. 

Sebenarnya saat itu saya sendiri masih bingung, apa yang bisa saya perbuat untuk menyelamatkan bayi kucing ini.

Sudah pasti bayi kucing ini belum bisa mengonsumsi makanan selain susu induknya. Namun, lihat nanti saja pikir saya. Saya akan mencari tahu di google. 

Lagipula saya punya sedikit pengetahuan karena sering menonton kanal YouTube Kucing Yatim. Kanal Kucing Yatim seringkali menayangkan konten-konten tentang cara merawat bayi kucing tanpa induk.

Baca juga: Kehilangan Hewan Kesayangan, Pura-pura Tabah pun Tetap Saja Sedih 

Setiba di rumah, saya langsung mengambil kardus bekas, lalu saya taruh baju-baju bekas dan sweater lama yang sudah tidak terpakai di dasar kardus.

Bayi kucing itu pun saya letakkan di dalamnya dan tak berapa lama bayi kucing ini berhenti mengeong. Mungkin tadi di luar dia kedinginan.

Takut kalau-kalau dia lapar, saya buatkan sedikit susu, menggunakan susu sapi yang biasa saya konsumsi. Saya suapi menggunakan pipet.

Setelahnya baru saya cari tahu di google yang ternyata tidak boleh, karena pencernaan kucing tidak bisa mencerna susu sapi. Untung saya memberinya hanya sedikit.

Esok harinya, ke petshop terdekat saya pun membeli botol susu kucing beserta susu bubuk khusus kucing. Besar harapan saya, saya bisa merawat bayi kucing ini dengan baik meski tanpa induk. 

Sudah cukup lama sebenarnya saya tidak memelihara bayi kucing. Sejak kucing betina saya si Ketket disteril. Anak-anak kucing yang saya rescue dari jalanan umumnya sudah cukup besar, berusia minimal sekitar dua bulanan.

Jadi saya sangat senang mendapatkan bayi kucing ini. Kami pun sepakat menamainya Momoy.

Merawat bayi kucing tanpa induk memang tidaklah mudah. Harus sering disusui dengan botol susu 2-3 jam sekali. Itupun membuatnya sedikit-sesdikit saja agar tidak bersisa. Kalau bersisa susu dikhawatirkan basi dan tidak layak konsumsi lagi.

Setelah diberi susu, botol harus segera dicuci lalu direndam sebentar dengan air panas agar kuman-kumannya mati.

Menyusuinya pun tidaklah mudah. Apalagi Momoy hanya di hari pertama saja mau menyusu. Setelah itu, Momoy seringkali menolak. Mungkin rasanya beda menyusu dari botol dengan dari induknya langsung. Dicoba diberi dengan pipet pun kesulitan karena saya takut Momoy tersedak. Serba salah jadinya.

Akhirnya tetap pakai botol susu meskipun minumnya hanya sedikit-sedikit. 

Untuk urusan pipis dan pup, Momoy pun masih harus dibantu. Setiaap sebelum menyusu, alat kelaminnya harus ditepuk-tepuk dengan kapas atau tisu bersih, barulah pipis dan pup nya keluar.

Kalau masih bersama induknya, induknya yang akan membantu dengan cara menjilat-jilat alat kelamin anaknya.

Saat malam hari, saya berusaha untuk bangun sesuai jadwal minum susunya. Kadang bangun pukul 1 malam, pukul 2, pukul 4 dinihari, demi Momoy.

Namun, beberapa kali juga jam minum susunya terlewatkan karena saya kebablasan tidur. Kasihan.

Suami sering mengingatkan lsaya untuk tidak terlalu sering bangun malam, takut saya kecapekan. Terapi saya nggak sampai hati untuk tidak peduli dan tidur nyenyak, kasihan takut momoy kelaparan.

Lagipula saya pikir pemberian susu ini tidak lama. Setelah dia bisa mengonsumsi makanan kucing selain susu, saya tidak akan repot lagi.

Seminggu pertama dijalani dengan mulus. Momoy sehat meski minum susunya susah sekali. Momoy sudah mulai bisa berjalan meskipun masih goyang-goyang. Kedua matanya pun sudah terbuka sempurna, lucu dan menggemaskan sekali.

Saya dan anak saya pun senang sekali. Harapannya momoy sehat terus dan cepat besar.

Sampai pada hari ke-10 kondisi momoy terlihat tidak sehat. Momoy yang tadinya aktif bergerak di dalam kardus, tiba-tiba terlihat tidur terus dan malas bergerak. 

Suara ngeong-ngeongnya pun mulai tidak terdengar. Biasanya setiap kali lapar, momoy akan mengeong dengan nyaring.

Demi menyemangati diri sendiri, saya pun berusaha menepis kegalauan. Saya menghibur diri mungkin saja momoy memang lagi senang tidur.

Pada hari ke-10 ini pula momoy mulai tidak mau menyusu lagi. Sekalipun dot susu masuk ke mulutnya, tetapi momoy tidak mau menghisapnya. Berkali-kali saya coba tetap tidak mau. 

Akhirnya saya teteskan susu sedikit-sedikit ke dalam mulutnya, berhasil. Namun, momoy tidak lagi aktif seperti beberapa hari sebelumnya, terlihat lemas. Entah apa sebabnya.

Pada hari ke-11, momoy terlihat semakin lemas. Tidak lagi mau menelan susu yang diteteskan ke dalam mulutnya. Saya pun mulai merasa momoy tidak akan lama lagi. Duh...

Malam harinya, sebelum tidur, saya gendong momoy sebentar, lalu saya tidurkan di dalam kardusnya, Ketika saya selimuti, matanya tertutup seperti tertidur, tetapi tarikan napasnya terlihat mulai berat. 

Benar saja, dua jam kemudian, ketika saya terbangun dan mengeceknya, badan momoy sudah dingin, tarikan napasnya sudah tidak ada lagi, momoy sudah pergi. Hiks...

Meskipun saya pura-pura tegar, menguburkannya di depan rumah dengan wajah yang terlihat biasa -biasa saja, tetapi hati saya sedih sekali. 

Saya juga kecewa pada diri sendiri. Ada penyesalan, mengapa tidak begini, mengapa tidak begitu agar momoy selamat.

Saya pun menyesali siapapun orang yang telah membuang momoy di usia yang masih sangat rapuh, yang belum bisa berpisah dari induknya.

Sekalipun hanya hewan, sepatutnya janganlah memperlakukannya semena-mena.

Seandainya momoy dibiarkan tumbuh besar bersama ibunya, mungkin momoy sudah bisa berlari-lari hari ini.

Namun, inilah risikonya. Bagaimanapun, bersama hewan kesayangan, siap memelihara, siap pula ditinggal sewaktu-waktu. Selama sudah berusaha melakukan yang terbaik, ikhlaskan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun