Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gaji Suami Milik Istri, Gaji Istri Milik Sendiri

15 Desember 2020   04:35 Diperbarui: 16 Desember 2020   09:35 2038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber : Thinkstockphotos via Kompas.com)

Masa kini, bukanlah hal aneh seorang istri bekerja. Baik karena keinginan sendiri, maupun karena desakan kebutuhan ekonomi. Banyak wanita tidak lagi hanya berkutat seputar urusan rumah tangga, namun ikut serta menopang keuangan keluarga.

Banyak rumah tangga menjalani kehidupan mereka dengan lancar sekalipun suami dan istri bekerja.

Segala sesuatunya memang tidak akan menjadi soal selama kehidupan rumah tangga bahagaia. Suami dan istri menjalankan perannya masing-masing dengan baik, dan anak-anak tetap bertumbuh dalam pengasuhan dan pengawasan yang tepat.

Masalah bisa saja muncul ketika timbul hal yang sering dipandang oleh banyak khalayak sebagai ketidakwajaran dan tidak pantas. Bilamana pendapatan yang istri terima dari pekerjaannya lebih besar dari pendapatan suami. Atau yang terjadi, karena sesuatu hal, hanya istri yang bekerja sebagai tulang punggung keluarga.

Suami dan istri adalah "satu"

Ketika sebuah pernikahan dinyatakan sah oleh agama dan negara, sepasang suami istri bukanlah lagi "dua", melainkan "satu". Mereka memang dua pribadi yang berbeda, namun disatukan dalam satu bahtera pernikahan.

Dengan demikian, sebaiknya tidak ada pemisahan dalam perihal uang, uang suami atau uang istri. Yang ada adalah uang bersama, yaitu uang suami dan istri.

Saya pun tidak sepakat dengan lelucon umum : gaji suami milik istri, gaji istri milik sendiri. Terdengar sangat egois. Seorang istri yang sangat mencintai suaminya, tidak akan berlaku demikian. Kecuali, sang suami merasa gajinya sudah sangat cukup memenuhi kebutuhan rumah tangga, dan memperkenankan istrinya menyimpan hasil jerih lelahnya. Itu sah saja.

Perlu dipahami, rejeki yang diterima suami melalui penghasilannya, bukan rejekinya sendiri, namun juga adalah rejeki istri, sehingga istri berhak menikmatinya. Begitu pula penghasilan istri bila istri bekerja, bukan sepenuhnya dinikmati sendiri, namun juga adalah rejeki suaminya, sehingga tidak ada yang salah bila dinikmati pula oleh suami.

Penghasilan suami dan penghasilan istri sebaiknya dihitung bersama sebagai pemasukan rumah tangga. Kemudian setelah itu, baru diatur bersama dan dsisihkan pada pos-pos pengeluaran yang diperlukan. .

Menurut hemat saya, tatanan demikian membuat segalanya jelas dan memudahkan dalam pengaturan keuangan. Untuk itu, dituntut keterbukaan perihal gaji yang diterima suami maupun istri. Semuanya dipaparkan secara gamblang, tanpa rahasia. Situasi ini jpada akhirnya akan mendorong suami dan istri untuk selalu berkomunikasi dan saling terbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun