Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Berhenti Sebelum Terlambat

3 Mei 2020   15:51 Diperbarui: 3 Mei 2020   15:41 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pexels.com, by Irina Iriser

Aku yakin seribu persen, tanpa keraguan, tuan tahu ganjaran sepadan yang akan menjadi bagian tuan.

Bertahun-tahun memanjakan nafsu semata. Tak mampu lepas pun berpaling muka. Tuan perlakukan dia bagai dewa, melebihi kekasih hati belahan jiwa.

Tuan tinggikan nafsu tuan. Tak menimbang saudara, keluarga atau rekan, yang mungkin saja keberatan, namun untuk bicara pun sungkan karena tahu pasti akan diabaikan. Hanya mampu mengumpat dalam kesal yang tak tersalurkan.

Uang yang dikumpul dengan berjerih dari terang hingga gelap, habis dibakar dalam sekejap. 

Asap mengepul, kerak mengumpul, lubang-lubang terbentuk bagai bola-bola jarum pentul.

Laksana tungku perapian, terjadi pembakaran berulang-ulang, hingga dinding-dinding nya mengerak menghitam, hingga tak mungkin lagi dibersihkan. Begitu terus sampai tahunan, hingga penyakitan.

Apakah itu yang tuan harapkan di masa depan? Batuk terus-terusan? Penyakit berdatangan, bahkan seringkali terlalu terlambat tuk bisa disembuhkan, lalu mati perlahan?

Berhentilah tuan, sebelum segala sesuatunya tak lagi bisa diselamatkan.

_______

Jakarta, 3 Mei 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun