Aku tahu sebenarnya itu hanyalah setitik debu kecil, yang tak punya arti, yang terbang terbawa oleh arus hati yang dahaga, tertiup hawa kekeringan yang cukup kencang, dan menempatkannya dengan manis di beranda rumahmu.Â
Aku pun tahu, kau hanya menganggap debu layang itu sebagai hiburan ringan, yang hanya manis sekejap untuk dipandang, namun kau tak pernah tertarik untuk menyentuhnya apalagi bersenang-senang.
Sejak awal aku tahu pasti, kau tak akan bermain-main dengan hidupmu kini.
Namun di matanya sangatlah berbeda. Baginya itu adalah genangan lumpur, yang membawa serta kotoran yang menjijikkan. Yang tercipta oleh hujan badai yang menggelora, sehingga harus segera dienyahkan dari sana. Terlalu berlebihan.
Aku yakin, dia tak perlu mengerahkan segenap tenaga hanya untuk setitik noktah, yang akan segera berlalu karena merasa diabaikan. Bahkan aku percaya dia mampu menyingkirkannya hanya dengan hembusan napasnya. Pula disertai dengan usaha mencabut semua ilalang ketakutan berlebihan yang telah mengular berakar dalam setiap aliran darahnya. Lalu kau dan dia bisa kembali merajut asmara.
Sungguh sayang, dia tak pernah menyadarinya. Dia menciptakan halusinasinya sendiri. Mengganggap sesuatu yang semu benar-benar nyata.Â
Bahkan hingga kau tak lagi ingin beradu kata, dia melihat genangan lumpur itu mulai bersarang di pelupuk matanya.Â
_______
Jakarta, 11 Maret 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI