PEMERATAAN TRANSPORTASI KERETA MENYEBABKAN POLUSI BISING DAN PENGGUSURAN LAHAN
Indonesia hingga saat ini masih fokus melakukan pembangunan, mulai dari pembangunan sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur. Pemerintah Indonesia sedang melakukan berbagai upaya untuk mendorong investasi pada sektor infrastruktur. Hal ini didukung dengan pembentukan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) pada tahun 2014 yang bertugas untuk mengoordinasi percepatan pembangunan infrastruktur prioritasdan mendorong peningkatan kualitas persiapan proyek (KPPIP 2016). Salah satu infrastruktur yang secara masif dibangun oleh pemerintah adalah pembangunan infrastruktur jalur transportasi. Tujuan pembangunan infrastruktur jalur transportasi adalah untuk menunjang kegiatan distribusi logistik yang merupakan urat nadi kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan nasional, serta sebagai penghubung antar daerah. Berdasarkan data statistik infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2020, selama tahun 2015-2019 pemerintah berhasil melakukan pembangunan jalan tol sepanjang 1.298 km di pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, dengan anggaran dana sebesar Rp46,008 miliaratau setara dengan 37,73 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian PUPR (PUPR 2020).
Upaya pembangunan infrastruktur ini tentunya tidak luput dari berbagai kendala, mulai dari tahap persiapan hingga tahap eksekusi. Salah satu kendala yang kerap kali ditemukan adalah ketersediaan lahan sebagai tempat untuk mendukung upaya pembangunan infrastruktur. Hal tersebut kemudian menyebabkan berbagai permasalahan baru. Salah satunya yaitu pada kereta api. Terdapat dua permasalahan yang tinggi pada permasalahan pembangunan kereta api yaitu polusi adalah permasalahan penggusuran wilayah pemukiman Masyarakat. Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian pada tahun 2014 menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki prevalensi gangguan pendengaran akibat bising tertinggi di Asia Tenggara karena mencapai 16,8% dari total populasi atau sekitar 36 juta orang. Kereta api yang melaju merupakan salah satu sumber bising bagi warga terutama yang bermukim di pinggiran rel kereta api. Pada penelitian yang dilakukan di permukiman sepanjang rel kereta api.
Gangguan pendengaran akibat bising adalah hilangnya fungsi pendengaran yang diakibatkan oleh paparan bising tinggi dan terjadi secara terus-menerus. Pada paparan bising dengan intensitas 70 dB, telinga akan mengalami proses adaptasi sebagai bentuk respons kelelahan. Selanjutnya, telinga akan mengalami peningkatan ambang dengar sementara dan dapat berubah menjadi ketulian secara permanen jika paparan kebisingan terjadi secara terus-menerus. Beberapa faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising di antaranya adalah intensitas yang tinggi, frekuensi tinggi, dan durasi paparan kebisingan. Maka dari itu sangat berbahaya apabila pemerataan kereta api terus dilakukan. Masyarakat pemukiman dekat rel kereta api mendapatkan dampak polusi bising dari kereta api yang melaju.Â
Selain polusi bising, dampak yang akan dirasakan apabila adanya pemerataan transportasi kereta api yaitu penggusuran pemukiman. Salah satunya yaitu kasus proyek ganda Bogor-Sukabumi yang dikutip dari berita harian Republika (20/8/23), merupakan salah satu proyek strategis nasional sesuai Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 dan memiliki panjang sekitar 57-kilometer dengan total 13 stasiun . Namun, proyek pembangunan jalur ganda (double track) kereta api Bogor-Sukabumi ini justru menyebabkan ribuan rumah masyarakat di Kota Bogor terkena dampak penggusuran. Proses pembangunan yang mengakibatkan penggusuran tentunya memberikan perubahan pada kondisi kehidupan korban penggusuran secara sosial dan ekonomi. Penggusuran dapat menyebabkan hilangnya tempat bernaung, rusaknya jaringan sosial pada masyarakat, serta rusaknya kehidupan keseharian seperti pekerjaan, pendidikan, dan usaha. Warga yang terkena dampak penggusuran perlu melakukan adaptasi dengan segala perubahan agar dapat bertahan dalam kondisi pasca penggusuran dan berhasil pulih ke keadaan semula, atau bahkan mencapai kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.
Kesimpulan dari analisis diatas yaitu pemerataan transportasi berbasis rel atau kereta api masih belum diperlukan. Mengingat pembangunan transportasi berbasis rel dapat memunculkan masalah baru yaitu penggusuran pemukiman masyarakat dan mengakibatkan polusi kebisingan yang berdampak pada gangguan pendengaran. Sehingga pembangunan transportasi kereta api tidak perlu dilakukan.
Daftar Pustaka
[KPPIP] Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. (2016). Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. https://kppip.go.id/tentang-kppip/perkembangan-pembangunan-infrastruktur-di-indonesia/Â
Agustiani. (2012). Pengaruh Intensitas Kebisingan Kereta Api Terhadap Gangguan Pendengaran Pada Masyarakat Tegalharjo yang Tinggal di Pinggiran Rel Kereta Api. Universitas Sebelas Maret.
Ahmad & Margiantono. (2021). Analisis Kebisingan Lingkungan Pada Lintasan KeretaApi Double Track Stasiun Alastuo Jamus. Din Sos Budaya. 23(1):4355.
Putra, dkk. (2020). “Uang Kerohiman Penggusuran Jalur Ganda Tak Kunjung Cair: Pandemi Membuat Penggusuran Proyek Jalur Ganda Bogor-Sukabumi Tertunda. Republika.com. Diakses pada 20 Agustus 2023. https://www.republika.id/posts/8318/uang-kerahiman-penggusuran-jalur-ganda-tak-kunjung-cairÂ