Mobil Anda menggunakan lampu depan yg super terang, sinarnya putih mencorong? Percayalah, walaupun lampu itu bisa menunjukkan berapa isi kocek Anda (karena yg pakai biasanya mobil2 premium) tapi secara social responsibility nilainya malah minus.
Pengendara dari arah berlawanan merasakan silau yg luar biasa. Saat mata harus berkonsentrasi melihat ke depan, tiba2 malah dihadang sorot sinar yg bikin mata pedas. Seperti melihat sebilah pedang yg tajam berkilau. Ini bukan retorika (#efek nonton debat pilkada DKI), tapi benar2 saya alami pas musim hujan beberapa tahun lalu.
Sudah petang, saya nekat jalan menerobos hujan. Ditunggu2 hujan gak reda2, malah tambah lebat. Ya sudah jalan saja. Menunggu hujan usai kerja itu sungguh tak mengenakkan. Dingin, sepi sementara di rumah ada makanan, cemilan, kopi, bantal dan televisi. Satu, dua, tiga....go.......bruummm....menggeber onta Jepang meninggalkan tempat mencari nafkah.
Baru beberapa ratus meter berjalan, di simpang jalan ketemu genangan air cukup tinggi. Gila, saking derasnya hujan, got di tepi jalan tak mampu menangkap air lagi. Bahkan bisa jadi gotnya mampet, karena .......tau sendiri kan......... di Indonesia got merangkap jadi bak sampah.
Seorang teman pernah kecemplung got gara2 sudah tak bisa lagi membedakan mana jalan, mana trotoar, mana got. Kalau cewek mungkin ia sudah nangis meraung-raung. Tapi karena cowok ia berusaha tabah, hahhahahha. Pertama shock, tiba2 badan dan motor nyemplung kali (parit). Kedua, susah payah mengangkat motor ke daratan. Ketiga, macet mesin itu pasti. Dan itu berarti harus menuntun motor sambil berhujan-hujan. Keempat, mesti servis berat. Ia menyesali tangki bensin beserta selang2nya yg kemasukan air.
Lewat "kubangan kerbau" gini harus pelan2, sabar walau badan menggigil dan muka seperti dilempari batu. Lalu lintas kacau, semua tak mengindahkan lampu bangjo. Saling memahami saja, semua berjalan pelan. Langit gelap, semua menyalakan lampu kendaraan.
Lepas dari kubangan air, menembus pusat kota. Tempat saudara2 Ahok (huss......sara) menambang emas. Sentra perdagangan, bank dan agen travel. Kalau belanja di sini jangan harap ketemu cewek2 ayu dan cowok2 wangi. Semua pembelinya cowok2 anti metroseksual. Gak ada yg wangi, rambut klimis, ataupun baju bermerk. Meski begitu omzet perdagangan bisa ratusan juta per hari. Karena yg dijual dan dibeli mesin2 dan alat2 tehnik, hehehhehe. Lho..kok mpok tau? Kan mpok sering ke sana, jadi satu2nya first lady yg belanja, hehehhhe.
Lewat "jalan barongsai" ini mesti konsentrasi tinggi karena kacamata kabur akibat dihajar hujan. Gak boleh meleng sedikitpun karena di tepi jalan banyak terparkir kendaraan. Parkirnya pun gak anteng2. Ada saja yg keluar masuk.
Dari arah berlawanan terlihat cahaya terang benderang, sinar lampunya aduhai. Crong, putih menyala bikin silau. Pandangan jadi hilang, seperti buta sesaat. Saya mengurangi kecepatan. Cepetan laju dong bil mobil...., mata dah sakit nih.
"Orang kaya edan," batin saya.
Benar2 membahayakan orang lain. Itu baru satu mobil, gimana kalau banyak mobil beriringan dengan lampu begitu semarak. Huh, maunya beda dengan lampu mobil lain, tapi efeknya bikin pedas mata pengendara lain. Coba kalau saya menubruk kendaraan di depan, apa gak celaka kami. Usai mobil itu lewat (alamak gedenya itu mobil, gayus2 pasti ketawa senang dapat setoran pajak mobil segagah itu) terpikir di kepala, pasti gantian kendaraan2 di belakang saya yg merasakan neraka jalanan itu.