Suatu waktu tersebutlah seorang dermawan dan baik hati dari sebuah kota Badung, Bali. Pak Yana demikian orang orang memanggilnya. Meski nama lengkapnya I Gde Bagus Yatna Wibawa namun semua orang, baik besar atau kecil, tua muda dan bahkan sejawatnya selalu memanggilnya Pak Yana.
"Pak Yana, Pak Yana," suara seseorang menggema terbawa angin terdengar samar sampai ke jalan desa yang berada di pinggir sawah pada lereng sebuah bukit.Â
Undakan sawah yang tersusun memanjang mengikuti lereng bukit seakan menjadi tangga beralaskan permadani warna warni. Padi menguning keemasan adalah warna yang menyenangkan.Â
Namun tidak jarang hamparan padi menghijau juga menyejukkan. Bagi banyak penduduk desa tempat Pak Yana, musim tanam adalah musim yang menyenangkan. Karena ini berarti banyak pekerjaan matekap istilah membajak dalam bahasa setempat.
Rumah  Di Puncak bukit milik Pak Yana sangat kokoh, lengkap dengan gapura dan candi. Dibelakangnya dibangun beberapa penginapan untuk menjamu tamu Pak Yana yang berasal dari berbagai daerah dan bahkan lebih banyak merupakan turis dari berbagai belahan dunia.
Untuk memasuki rumah, bagian paling depan dekat jalan ada Gapura Bentar. Â Mirip dua candi berupa segitiga siku suku yang berdiri berdampingan dengan sisi lancip terpanjangnya menjadi ruang untuk lewat. Bagunan sangat mirip itu tersususn dari batu bata merah yang berundak, penuh ornamen dan relief. Ditengahnya terdapat anak tangga batu yang rapi. seakan siap menuntun lebih dalam menuju pusat yang tenang.
Dari Gerbang Bentar, jalan setapak membelah taman yang diatur sedemikian rupa untuk memanjakan mata. Bunga warna warni. Patung dan pahatan pada batuan alam putih, abu abu dan ada juga yang hitam legam meningkahi tinggi rendah vegetasi.
Tanpa terasa, langkah kaki  menuju Gerbang yang hampir mirip gapura di depan. Angkul Angkul namanya karena  diatas lancip candi terdapat atap yang menghubungkan menjadi puncak yang lebih tinggi. Terasa lorong itu memaksa kita untuk menundukkan kepala sejenak.
Panggilan nama Pak Yana, Pak Yana kembali terdengar nyaring. Ternyata, suara itu berasal dari seorang lelaki. Kulitnya putih bersih. Tinggi dan tegap. Hidungya mancung dan matanya biru. sepertinya dia bukan dari nusantara.
"Pak Yana, Pak Yana," ujarnya.
"Rahajeng semeng, Pak Bule," sahut seseorang, dari dalam bagunan yang tanpa dinding. Bagunan  dengan atap limas itu memiliki empat tiang kayu. Aling Aling sebutannya. Lantainya sedikit lebih tinggi dari halaman. Lelaki itu segera menghampiri orang dengan sebutan pak Bule.
"Hape saya tidak ketemu. tadi ada di kamar," ujar Pak Bule. Setelah mendengarkan penjelasan Pak Bule, bapak berbaju safari dengan ikat kepala putih atau udeng dan bercawat sarung atau kamen itu ternyata adalah pak Yana.