Kita korban korupsi atau bukan? Mungkin sebagian kecil -kami tak berani menyebut dalam lingkup yang besar- pernah terbersit pertanyaan tersebut. Namun begitu, mau tak mau dan tidak dapat dimungkiri bahwa kita semua adalah korban.
Korupsi tidak melulu persoalan politik dan hukum, karena pada kenyataannya seluruh aspek kehidupan tergerus akibat tindakan rasywah. Mulai dari buruknya fasilitas umum, rendahnya kualitas layanan masyarakat, dan beragam hal lainnya turut terkena dampak korupsi.
Bicara korupsi, tentu erat juga kaitannya dengan kemiskinan. Kita semua tahu, kemiskinan bukanlah bencana alam karena kemiskinan tercipta akibat faktor struktural yang dibuat manusia. Baik struktur ekonomi, sosial, politik, maupun budaya.
Perbuatan lancung itu pun menjadi bagian melanggengkan lingkaran setan kemiskinan atau yang kita kenal vicious circle of poverty. Tidak hanya satu generasi, korupsi mengakibatkan kemiskinan harus diderita oleh generasi selanjutnya. Bahkan yang belum lahir sekalipun.
Kali ini, kita akan sedikit membahas soal kerugian negara akibat korupsi. Mengacu data Fakultas Ekonomika dan Bisnis dari Universitas Gadjah Mada, kerugian keuangan negara di Indonesia akibat korupsi terhitung dari tahun 2001--2015 mencapai Rp 203,9 triliun.
Kerugian keuangan negara ini dilakukan oleh 3.109 terdakwa dalam 2.321 kasus. Persoalan yang lebih utama lagi, pengembalian kerugian keuangan negara akibat korupsi selama ini belum maksimal.
Sekarang, mari coba kita menghitung. Kira-kira, duit sebanyak Rp 203,9 triliun itu bisa untuk apa saja? Kerugian itu, jika dikonversikan untuk pembangunan, bisa diasumsikan untuk membangun 10 perguruan tinggi negeri (PTN) sebesar UGM, dua rel kereta api cepat Jakarta-Surabaya, dan membayar defisit BPJS Kesehatan untuk 15,2 tahun.
Namun nyatanya, berdasarkan data CegahKorupsi nominal Rp 203,9 triliun itu hanyalah puncak gunung es. Data menunjukkan, perkiraan total biaya sosial korupsi mencapai Rp 509,75 triliun. Lagi-lagi, berbicara korupsi tentu bukan hanya kerugian yang tampak saat ini. Namun akan ada beban pemerintah dan kerugian yang mau tak masyarakat luas harus menanggungnya.
Sayangnya, total hukuman finansial hanya Rp 21,3 triliun. Lantas, siapa yang membayar Rp 488,5 triliun sisanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H