Pencapaian luar biasa diraih tim nasional sepakbola Indonesia dibawah usia 23 tahun di ajang turnamen AFC U-23 2024. Garuda muda, demikian julukan timnas U23, berhasil lolos dari fase grup dengan mengungguli Australia 1-0 dan melibas Yordania 4-1.
Kegemilangan anak-anak muda ini diteruskan di perempat final dengan mengandaskan impian Korea Selatan untuk mengikuti Olimpiade kesepuluh mereka secara beruntun. Indonesia pun tiba di semifinal dan dihentikan oleh Uzbekistan dan Irak.
Terlepas dari kontroversial wasit saat melawan Qatar di laga pembuka dan Uzbekistan di perempat final, Indonesia yang cuma peringkat 134 FIFA yang selama ini bahkan sulit bersaing di Asia Tenggara, telah menaklukkan negara-negara di peringkat atas. Indonesia telah mengumumkan ke dunia internasional bahwa kekuatan sepakbola kita tidak bisa lagi dianggap remeh, khususnya untuk usia 23 tahun.
Pertanyaan yang menarik untuk dibahas adalah: Mengapa Timnas U23, si kuda hitam itu, bisa finish di urutan keempat? Pertanyaan ini bisa dilihat dari dua bahasan, mengapa berhasil sampai di semifinal dan mengapa gagal masuk ke final dan tempat ketiga.
Kunci keberhasilan
Kunci keberhasilan Timnas U23 adalah racikan pelatih Shin Tae-yong yang didukung pemain-pemain kelas Eropa. Faktor pelatih dan pemain adalah paketan yang tak bisa dipisahkan. Sehebat apapun strategi dan menu latihan pelatih, jika sumber daya pemain tidak mendukung maka hasil tidak maksimal.
Sebaliknya, pemain-pemain top yang ditangani pelatih yang salah maka hasilnya juga jeblok. Tetapi Shin Tae-yong membuktikan kepiawaiannya menangani pemain Timnas. Mereka mampu menampilkan penguasaan bola dan gaya build-up modern. Ketahanan fisik, akurasi passing, dan kekuatan mental menjadi kunci keberhasilan pola permainan seperti itu, terlebih melawan tim-tim di peringkat atas.
Di samping unsur teknis, tampak pula perbedaan mental timnas yang tidak lagi mudah frustasi dan kecenderungan bermain kasar ketika sedang tertinggal. Keharmonisan pemain yang besar di Indonesia dan yang besar di Eropa cukup terjalin. Pun antara pemain dengan jajaran pelatih.
Dari berbagai sumber bisa kita lihat bagaimana Shin Tae-yong dicintai para pemainnya. Disegani saat latihan namun tak jarang diisengi. Pemain terlihat bebas mengekpresikan canda dan kejahilan mereka, bahkan kepada sang pelatih kepala.
Bagi saya, ini kunci keberhasilkan Shin Tae-yong. Pelatih atau manajer tim olahraga memang bukanlah operator mesin. Skil manajemen SDM menempati porsi terbesar dalam kesuksesan seorang pelatih atau manajer. Ketika moral dan psikologi berada pada kondisi yang optimal, maka strategi menjadi pelengkap kemenangan tim.
Faktor-faktor kekuatan ini terlihat ketika anak-anak muda Timnas tidak gentar menghadapi negara yang lebih kuat. Keunggulan satu gol bisa dipertahankan dengan menahan gempuran serangan Australia. Kombinasi kolektivitas dan skil individu kemudian dipertunjukkan saat mengalahkan Yordania dan Korea Selatan.