Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ dan melayani publik di Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Ayo Dorong UMKM, UMKM yang Mana?

5 Maret 2024   10:42 Diperbarui: 5 Maret 2024   21:00 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa saja ragam bisnis UMKM? Sesungguhnya UMKM itu terdiri dari beragam area bisnis. Tidak ada ketentuan yang membatasi area bisnis UMKM, setidaknya di Indonesia. Praktisi umumnya mengklasifikasi jenis bisnis UMKM dalam beberapa klaster seperti: sandang, pangan, kesehatan dan kosmetik, 7kriya, manufaktur, teknologi informasi, material maju, dan jasa.

Pengelompokan ini hanyalah upaya untuk mempermudah identifikasi. Tidak ada pula ketentuan yang mengkotak-kotakkan subsektor UMKM. Pengelompokan klaster ini pun bisa berbeda di tiap daerah atau instansi.

Stereotip

Jika diamati, pelaksanaan program-program UMKM di dalam negeri menunjukkan fenomena stereotip, atau penyempitan makna UMKM. Usaha-usaha yang terlihat pada kegiatan-kegiatan bertajuk UMKM umumnya adalah usaha mikro yang bergerak di bidang kuliner, pakaian, dan kerajinan (pangan-sandang-kriya).

Ambil sampel suatu kegiatan pameran atau expo. UMKM yang mengisi stand pada umumnya adalah usaha yang bergerak pada makanan khas daerah, minuman dan suplemen kesehatan, atau kerajinan. Jenis usaha yang serupa juga bisa dilihat pada daftar UMKM binaan Pemerintah, BUMN, maupun korporasi swasta.

Mengacu pada PP 7/2021, maka usaha-usaha yang sering terlihat di kegiatan UMKM itu umumnya berskala mikro dan kecil. Sebuah industri rumah tangga yang memproduksi keripik atau sirup, misalnya, modal yang dibutuhkan untuk peralatan dan bahan baku tentu tak mencapai satu miliar rupiah.

Sebuah usaha jus dan jamu di Medan mengaku bermodalkan 20 juta rupiah. Pengembang kosmetik membutuhkan modal 100 hingga 200 juta. Modal yang lebih besar dibutuhkan produsen roti, yakni sekitar 500 jutaan.

Banyak sekali sebenarnya usaha yang masuk di kategori UMKM. Restoran, ritel, rumah produksi film, studio foto-video, percetakan, karaoke, industri kecil, bengkel, salon, sarana kesehatan, pengembang piranti lunak, hingga misalnya bisnis penyewaan lapangan olahraga yang sedang marak saat ini.

Mereka adalah UMKM karena menempatkan modal di bawah 10 miliar rupiah. Hampir semua usaha yang kita temui di jalan adalah UMKM namun seakan berbeda "dunia" dengan usaha yang terlibat dalam program-program pengembangan UMKM. Fenomena stereotip UMKM telah terbentuk. Pengertian UMKM seakan menyempit ke sektor pangan-sandang-kriya, serta ke skala mikro dan kecil.

Padahal, jumlah unit usaha di luar pangan-sandang-kriya sangat besar dan kontribusinya terhadap pendapatan daerah tentu besar pula.

Oleh karena itu, ketika pemerhati, eksekutif, dan legislatif menyebut-nyebut sektor UMKM, sebentar, UMKM yang mana dulu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun