UMKM adalah primadona. Primadona pelaku usaha, primadona para eksekutif, legislatif, pemerhati ekonomi, hingga media massa. Dalam berbagai forum, UMKM didaulat sebagai pusat perhatian. Beragam program pun diluncurkan untuk mendorong tumbuh kembangnya UMKM.
Namun jika diamati lebih dekat, seperti terlihat adanya celah antara kebijakan pemerintah dan upaya swasta terhadap perkembangan UMKM. Untuk menelaahnya, lebih dahulu perlu dijawab pertanyaan yang paling mendasar: Apa itu UMKM?
Kriteria
UMKM adalah terminologi yang digunakan untuk menyingkat usaha mikro, kecil, dan menengah. Di Indonesia, kriteria UMKM tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021. Bahwa, usaha yang dikategorikan mikro adalah usaha yang modalnya tidak lebih besar dari 1 miliar rupiah, di luar tanah dan bangunan, dan penjualan per tahunnya tidak lebih dari 2 miliar rupiah.
Usaha yang dikategorikan kecil adalah usaha yang modalnya ada di antara 1 hingga 5 miliar rupiah (juga di luar tanah dan bangunan) dan penjualan per tahunnya di antara 2 hingga 15 miliar rupiah.
Kemudian yang dimaksud dengan usaha menengah adalah usaha yang modalnya di antara 5 hingga 10 miliar rupiah dan penjualan per tahunnya di antara 15 hingga 50 miliar rupiah.
Kriteria UMKM memang berbeda-beda di berbagai negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat, UMKM (small and mid-size enterprise) diklasifikasikan menurut struktur kepemilikannya, jumlah karyawan, pendapatan, dan industri. Misalnya, usaha yang asetnya senilai 10 juta dolar ke bawah digolongkan usaha kecil.
Sementara usaha yang asetnya di atas 10 juta dolar disebut usaha besar. Jumlah karyawan UMKM di AS umumnya di bawah 500 orang, kecuali sektor-sektor tertentu yang padat karya seperti pertambangan.
Di RRT, usaha juga digolongkan berdasarkan pendapatan operasional, jumlah karyawan, atau total aset namun lebih rumit karena melihat jenis usahanya. Misalnya, perusahaan ritel Tiongkok tergolong kecil jika mereka mempekerjakan 10 hingga 49 karyawan dan memiliki pendapatan operasional tahunan minimal 1 juta dolar.
Pengembang real estat digolongkan kecil jika mereka memiliki pendapatan operasional tahunan di antara 1 hingga 10 juta dolar dan total aset sebesar 20 hingga 50 juta dolar. Sementara itu, perusahaan pertanian termasuk kecil jika pendapatan operasional tahunan mereka di antara 500 ribu hingga 5 juta dolar.
Perbedaan kriteria ini menjadi pertimbangan ketika mendiskusikan UMKM di forum internasional atau ketika menggunakan kajian internasional untuk diterapkan di Indonesia.