Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan banyak aplikasi digital di kementerian dan lembaga non kementerian yang tidak berguna (Darmawan, 2022). Menteri Komunikasi dan Informasi RI Johnny G. Plate mengakui bahwa puluhan ribu aplikasi pemerintah tidak efisien. Menurut Menteri Kominfo, pada tahun 2022, ada 2.700 pusat data (server) yang digunakan pemerintah, 3 persen diantaranya berbasis cloud, dan selebihnya berdiri sendiri-sendiri (Dewi, 2022).
Inefisiensi layanan aplikasi digital bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain, termasuk negara maju. Wikipedia mencatat banyak proyek aplikasi digital pemerintah di berbagai negara yang gagal, anggaran terlalu besar, dan mengalami permasalahan fungsi ("List," n.d.).
Pada tahun 2011, ada sekitar 2.000 website departemen dan lembaga pemerintah yang berbeda di Inggris. Portalnya lambat, biaya pemeliharaan mahal, dan banyak konten yang tidak perlu atau duplikasi. Konon, tidak berorientasi pada kebutuhan pengguna tetapi kebutuhan pemerintah ("DGS," n.d.).
Penelitian yang dilakukan Government Digital Service pada tahun 2016 telah menunjukkan bahwa 73 persen konten website pemerintah di Inggris hanya dilihat oleh kurang dari 10 orang per bulan (Hill, 2016). Tindakan reformasi pun dilakukan kemudian.
Berdasarkan pengalaman empiris penulis, permasalahan terbesar pada aplikasi digital pemerintah terdapat pada empat hal berikut: tidak terintegrasi, tidak berkelanjutan, tumpang tindih, dan tidak sesuai kebutuhan.
Tidak terintegrasi
Bahasa pemrograman dan database yang berbeda-beda menyebabkan aplikasi-aplikasi tidak terintegrasi. Belum lagi soal political will. Sering ditemui kondisi dimana masing-masing organisasi memiliki aplikasi elektronik tetapi tidak dapat berkomunikasi satu dengan yang lain. Dampaknya, masyarakat, bahkan pegawai organisasi sendiri masih harus pergi ke sana ke mari untuk memproses urusan dan dengan membawa dokumen fisik.
Tidak berkelanjutan
Ketidakberlanjutan sering terjadi pada aplikasi website dan aplikasi seluler berbasis informasi lainnya. Setelah dibangun, informasi tidak diperbarui secara konsisten hingga kemudian ditinggal oleh penggunanya. Sementara itu, alamat website sering berganti-ganti karena habis masa sewa dan tidak diperpanjang oleh pejabat suksesor.
Tumpang tindih
Tidak sedikit aplikasi yang tumpah tindih dengan aplikasi lain karena memiliki fungsi yang sama. Keadaan ini sering terjadi pada aplikasi obrolan (komunikasi), surat-menyurat, dan informasi lainnya.
Aplikasi yang telah ada, bahkan versi gratisan, jika telah memiliki basis pengguna luas dan penyimpanan data besar, seyogyanya menjadi pertimbangan untuk digunakan. Alih-alih membangun aplikasi baru yang belum tentu seideal aplikasi yang telah ada.
Misalnya, aplikasi komunikasi telah banyak tersedia, tak perlu membangun yang baru. Portal berita juga ada dimana-mana, tak perlu jadi konten website organisasi pemerintah.
Tidak sesuai kebutuhan
Beberapa aplikasi yang dibangun organisasi pemerintah nyatanya tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga jarang, bahkan tidak digunakan sama sekali. Umumnya, hal ini terjadi karena lemahnya analisis saat perencanaan. Kegagalan sebuah aplikasi kadang kala bukan dikarenakan teknis dan fungsi aplikasi itu sendiri tetapi bisa jadi karena kesiapan pegawai atau masyarakat sebagai penggunanya.