Mohon tunggu...
Bayu Bergas
Bayu Bergas Mohon Tunggu... -

Pemalas dan menyebalkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dari "Super Mario Bross" Sampai "Agatha Christie"

15 Juli 2010   12:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:50 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aku rindu pada masa kecilku. Bukan. Bukan karena betapa manisnya masa-masa itu. Bukan pula seperti gambaran ideal di sinetron ataupun iklan di tivi. Aku merindukan masa kecil untuk sebuah rasa syukur yang malu-malu.

Aku harus menunggu ajakan Okqi untuk sekadar bermain Supermario Bross. Karena saat itu, dialah satu-satunya teman SD yang orangtuanya berkenan membelikannya seperangkat Nintendo. Gambar 8bit masih menjadi yang paling mahal tentu saja. Dan aku bukan teman bernintendo yang mengasyikkan. Mario yang kumainkan tak pernah bisa khatam untuk menyundul-nyundul kotak-kotak ajaib di atasnya. Bila Okqi memainkan Luigi, biasanya dialah yang akan menyelesaikan satu game lengkap, sampai akhir, tanpa cela. Maka Okqi aku tinggalkan. Aku membiarkan ia lebih bebas untuk memainkan tanpa harus kecewa partnernya kehabisan nyawa. Lagipula ia juga harus rajin berlatih piano setiap hari. [caption id="attachment_194990" align="alignleft" width="190" caption="Trio Detektif | Alfred Hitchcock"][/caption]

Itulah awal ingatanku ketika seseorang menyebutkan Sporty, Thomas, Oscar dan Petra bertubi-tubi. Okqi dan Nintendo-nya menjadi tak terjamah olehku. Untuk seorang murid SD, akulah si pemurung yang penyendiri. Tak pernah lepas dari Jupiter Jones, Pete Crenshaw dan Bob Andrews. Mencuri-curi kesempatan saat Bu Luwiyah menjelaskan soal Pancasila. Atau saat Pak Dahlan bercerita tentang Nabi Musa. Markas karavan mereka yang bikin aku penasaran setengah mati. Bayangkanlah, ia ada dalam kepungan barang-barang bekas yang menggunung dan untuk masuk ke dalamnya kita harus melewati satu lorong yang sangat rahasia. Hmmm, untuk yang satu ini aku selalu membayangkan bahwa akulah si Jupiter itu.

Pernah memang Pak Lazim menangkap basah aku tengah asyik-asyiknya berdebar-debar mengikuti si Totty yang sedang menyaru jadi tukang pengantar daging dengan memakai jas besar yang dikantongnya sengaja ditaruh puntung cerutu agar baunya mirip orang dewasa. Tapi segera dikembalikannya padaku kisah itu saat jam istirahat agar aku bisa segera tahu bagaimana Frederick Algernon Trotteville dan teman-teman Pasukan Mau Tahu menyelesaikan kasusnya.

[caption id="attachment_194994" align="alignright" width="159" caption="Pasukan Mau Tahu | Enid Blyton"][/caption]

Lima Sekawan dan beberapa karya petualangan Blyton aku baca juga. Tapi kisah Pasukan Mau Tahu tetap mendapat porsi yang besar. Entahlah, mungkin karena latar desa kecil yang sepi dengan kejahatan yang aneh-aneh tak bisa dipecahkan oleh polisi desa gendut yang sok tahu dan selalu menaruh curiga pada sekelompok anak kecil yang dianggap tak tahu apa-apa dan hanya bisa mengacau. Ahhh, betapa mereka menjadi pahlawan bagi anak-anak seumuranku dulu!

Pandu lantas menjadi teman terdekatku saat SD. Ia pendiam, pintar menggambar dan hidungnya selalu ingusan. Benar-benar ingus! Kami ternyata punya kesukaan yang sama. Itu saat aku tertangkap Pak Lazim. Seluruh anak di kelas tahu, termasuk Pandu. Ia mendekatiku saat jam istirahat, sehabis aku mengambil kisah itu. Segera saja kami cocok, padahal selama itu kami benar-benar hanya tahu satu sama lain, bukan kenal!

Lalu kami jadi tahu bahwa tempat-tempat sewa yang biasa dikunjungi juga sama. Para penjaga rental ternyata menghafal kami. Yang di depan lapangan tenis belakang depnaker, yang di belakang SMA Cokro, yang di Gayam, yang di pojok alun-alun. Ahhhh!

Aku juga sempat mencicipi beberapa buku Nick Carter. Itu semacam James Bond, tapi dengan bumbu persetubuhan yang lebih vulgar. Covernya juga kadang lebih berani. Misalnya gambar Carter sedang berbugil bersama perempuan, dengan balutan selimut warna putih tentu saja. Otot tubuhnya menonjol sebagai citraan dari keperkasaan. Si perempuan biasanya digambar dengan rambut panjang tergerai, mata setengah tertutup dan bibir agak membuka seperti sedang mendesah kenikmatan. Untuk kitab yang ini, aku pasti lebih hati-hati menyimpannya :)

[caption id="attachment_195000" align="alignright" width="156" caption="Agatha Christie"][/caption]

Lalu, siapa yang tak jatuh hati pada Agatha Christie! Ya..ya.. Aku beralih pula kepadanya. Pandu masih bertahan dengan Blyton, waktu itu. Dan aku mulai meninggalkan. Kereta Paddington menjadi awalan. Memang agak canggung pertama membaca Miss Marple atau Hercule Poirot. Apalagi untuk anak SD yang masih harus berhadapan dengan lembar kerja siswa atau LKS. Tapi aku segera melahapnya dengan senang. Aku mengutamakan kasus-kasus Poirot daripada Miss Marple atau yang lain. Suka sekali dengan karakternya: pendek, botak, kumis baplang, sepatu yang mengkilap, sok rapi, sok ningrat dan tentu saja cerdas tak terduga! Benar-benar karakter yang tengil! Ada dua kisah terbaik menurutku. Tirai (Curtain) yang merupakan kasus terakhir Poirot dan Buku Catatan Josephine (Crooked House). Pada kedua kasus itulah aku tak bisa menebak siapa pembunuhnya. Ahhh... Brengsek! Aku benar-benar rindu pada masakecilku.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun