MUNGKIN INI AKHIRNYA
Sudah dua tahun ini kita bersama, menjalani hari-hari bersama, hampir tak ada hari yang terlewatkan tanpa pertemuan kita, kita adalah sepasang kekasih, yah hanya sepasang kekasih, yang menjalani jalinan status ini selayaknya orang-orang yang juga saling menyukai, mencintai dan menyayangi lainnya.
Kau pernah mengatakan padaku haruskah kita tidak selalu bersama seperti ini? Kata orang-orang kita akan bosan satu dengan yang lainnya, dengan menjaga jarak kita maka rindu akan selalu menjadi penemu dan penghubung yang akan selalu memupuk cinta kasih kita.
Saat itu aku dengan tegasnya menolak secara mentah-mentah ucapan yang juga mungkin merupakan inginmu,
“orang yang telah menikah saja hidup bersama, bahkan dalam satu atap, setiap hari bertemu, setiap bangun tidur pasangan mereka yang pertama kali mereka lihat, namun mereka tidak bosan-bosannya, mereka bahkan bersetia satu sama lain hingga terpisahkan oleh maut”
Dengan nada sedang ku ucapkan kalimat itu dihadapanmu sebagai bentuk penolakanku terhadap ucapan dan keinginanm itu yang kuanggap sangatlah tidak masuk akal, kita bisa nyaman satu dengan yang lainnya hingga dua tahun ini bukan karena sebab apa-apa, tetapi kenyamanan antara aku dan kau yang telah tumbuh oleh kebersamaan kita.
Waktu terus berjalan, kehidupan tidaklah stagnan, segalanya serba dinamis, dan benar saja aku merasakan itu, kejenuhan itu, rasa bosan itu. Semakin hari kita semakin jarang untuk berjumpa, bahkan komunikasi kitapun mulai terputus. Rinduku mulai bergerak namun ak tak tau harus kuapakan rinduku ini.
Aku adalah orang yang sangat gengsi untuk memulai, kau tau itu. Begitupun denganmu, aku paham bahwa watakmupun tidaklah jauh berbeda denganku. Menunggu kabarmu adalah sama dengan kesia-siaan.
Ponsel milikku tak pernah aku biarkan untuk mati, setiap waktu kuperiksa, apakah ada kabar darimu?, namun benar saja berhari-hari kaupn tak memberi kabar.
Aku mulai nyaman dengan duniaku yang baru, bayangmupun muncul tak sesering dulu dalam benakku, perlahan aku merasa aku tak membutuhkanmu lagi untuk mencintaiku, untuk berada disisiku.
Aku tetap saja masih merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan ini, malam itu kuputuskan untuk lebih dahulu menghubungimu, pesannya telah ketikkan, berulang kali aku membaca isi pesan itu, bahkan memikirkannya berkali-kali apakah pesan ini yang harus kukirimkan padamu disaat seperti ini, disaat kita telah putus komunikasi hampir tiga minggu lamanya.