Pentingnya kerjasama multipihak telah ditegaskan dalam UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana (UUPB) yang sangat menekankan pentingnya kerjasama multipihak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 26 dan 27 bahwa pemerintah merupakan penanggung jawab utama, tetapi setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya penanggulangan bencana dalam segala aspeknya. UUPB juga menekankan pentingnya peran serta dunia usaha dalam penanggulangan bencana. Ketiga pihak ini dilambangkan dalam segitiga pada logo BNPB.
Dalam praktiknya, mengupayakan kerja sama di antara berbagai pihak dapat menemui sejumlah hambatan. Setiap pihak yang dilibatkan memiliki persepsi sendiri-sendiri, yang mempengaruhi cara pendekatan dan metode yang digunakan dalam isu penanggulangan bencana. Selain itu, setiap pihak dapat saja mengejar kepentingan yang berbeda-beda. Semua ini adalah kenyataan yang tidak terhindarkan. Konflik adalah keniscayaan dan karena itu, harus diterima dan dikelola agar menguatkan, bukan sebaliknya melemahkan, kerjasama di antara para pihak.
Agar berhasil dalam penggalangan dan pengelolan kerjasama multi pihak, terdapat tiga nilai utama, yaitu penanggulangan bencana harus menjadi satu-satunya visi dan kepentingan yang melandasi kerjasama; diperlukan sikap inklusif yang kuat agar tetap menjaga posisi netral di antara semua pemangku kepentingan; dan tidak kalah penting adalah kepedulian pada seluruh jaringan dan semua potensi yang dimilikinya. Ketiga nilai ini memberi panduan dalam pelibatan para pihak, sekaligus pengelolaan konflik.
Sejalan dengan itu, penggalangan kerjasama multipihak dalam bidang penanggulangan bencana di Di Indonesia dimulai dengan membangun kontak dan melakukan kunjungan ke pemangku kepentingan dari berbagai spektrum, seperti instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan perguruan tinggi serta lembaga usaha. Kunjungan ini diisi dengan diskusi informal untuk mengetahui sekaligus menyamakan persepsi di antara pemangku kepentingan. Dari diskusi informal, akhirnya disepakati untuk dilakukan diskusi berkala (seri diskusi) yang melibatkan semua pemangku kepentingan, yang semakin memperkuat penyamaan persepsi bahwa penanggulangan bencana tidak hanya terbatas pada tanggap darurat, tetapi meliputi pra-bencana dan pasca-bencana, serta pentingnya upaya pengurangan risiko. Upaya penyamaan persepsi ini juga dilaksanakan dengan pendekatan kepada Bappeda dan SKPD provinsi Di Indonesia, yang kemudian memungkinkan urusan PB masuk dalam RPJMD.
Persepsi yang sama tentang isu penanggulangan bencana dengan sendirinya menghasilkan kesamaan dalam tindakan, sebagaimana tampak dalam pembentukan Tim Sembilan yang diberi mandat untuk membidani lahirnya Forum PRB, termasuk  mengawal rangkaian diskusi PRB selanjutnya.
Seri diskusi yang dilaksanakan secara berkala akhirnya memutuskan untuk melembagakan kelompok diskusi para pihak tersebut menjadi Forum PRB dalam pertemuan tudang sepulung (musyawarah bersama) parapihak. Forum PRB melihat sisi kebijakan sebagai salah satu faktor kunci dalam pengembangan system PB yang kuat di Di Indonesia sehingga secara aktif mendukung BPBD untuk mengupayakan isu PB dimasukkan sebagai program prioritas dalam RPJMD 2013-2018.
@agbp2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H