Pagi itu saya sudah ketawa-tawa keras liat ulah si mbak sama suaminya.
Mereka ejek-ejekan sebab sepagi itu sudah sama saling miskomunikasi. Si masnya salah dengar, si mbaknya salah melakukan instruksi.
Lalu saya nimbrung "Gitu tuh Mas, kalo Mas kerja di luar kota. Saya nitip  cengek, yang dibeli malah ceker..."
Suaminya si mbak tambah ketawa ngakak.
"Iya, Mbak... Dia kalau saya pergi jauh, jadi kayak linglung."
"Ah, Mas juga. Klo kerja luar kota, nelpon melulu," sela istrine.
Dan, pagi itu nambah kemeriahan suasana.
Saat si mbak sakit lama, suaminya iklas nggak jadi kerja di Bali. Kebetulan juga kondisi sedang diperketat. Alhasil, dia cari kerja yang dekat-dekat saja. Biar bisa sering-sering nengokin istrinya.
Begitu juga ketika suaminya lama tidak dapat kerja, rada stres juga kelamaan di rumah. Tapi, istrinya tetap berusaha menghidangkan makanan yang mengenyangkan perut suaminya. Tidak menuntut lebih atas semua kondisi tetapi tetap mendukung saat suaminya berusaha kemungkinan bisa dapat kerja.
Dari mereka, saya belajar berelasi tanpa pura-pura.
Memberikan arti kenyamanan sesungguhnya bentuk hubungan kasih dari dalam.
Bahwa hari-hari tidak selalu romantis, ya salah satu hal yang harus dihadapi bersama. Bahkan ketika hari-hari itu juga mendatangkan emosi, mereka juga berani hadapi.
Bersama.
Caranya juga nggak aneh-aneh.
Sebagaimana biasa saja. Disertai kejujuran dan rasa paling dalam serta penghargaan bukan sebatas karena dia suami atau istri.
Tapi juga karena dia adalah teman sepanjang hidup.
#katanjar #anj2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H