Izinkan aku menulisi namamu di relung kalbu,
tanpa hiasan mewah,
tanpa bentuk nan indah
Namamu hanya tertulis dari bolpoin biasa. Bisa kau beli di pasar
atau yang tergeletak di meja
Kalau namamu terlihat begitu meraja
itu karena tintanya dari semburat senja
yang sengaja kupetikkan dari taman hati
yang kuyakini telah lama menari-nari, meminta izinku terpenuhiIzinkan aku menulisi namamu di relung kalbu
Kan kujaga utuh agar tinta senja yang kupetikkan tadi
tak meleleh disentuh mentari
atau berdebu dibawa angin.
Tapi...
Mungkinkah kau izinkan?
Sementara langit malam yang kuharap sama kau pandang,
tak memberi jawab. Berbisik pun tiada sudi, Bahkan bintang
yang pernah kau tunjuk,
kini membikinku meragu, takut dan semu
Lalu...?(dari novel "Kidung, senandung cinta untukku" halaman 256 - Grasindo 2004)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H