Ke pasar pagi ini menemukan pemandangan yang jarang didapat. Masih banyak pedagang yang belum membuka toko atau warungnya. Kata orang pasar, mereka masih berlebaran atau pulang kampung. Karena di pasar tersebut penjualnya memang banyak warga pendatang, bukan saja beda kota, tetapi juga beda provinsi, tidak aneh kalau warung atau toko yang ada masih terlihat banyak tutup. Untungnya pedagang sayuran dan kebutuhan buat makan sehari-hari sudah ada beberapa yang mulai buka.
Saat melewati satu pedagang sayur langganan, mata saya menangkap setumpuk daun pepaya yang masih segar-segar. Wow.... Jarang-jarang ada daun pepaya sebanyak itu dan masih segar-segar pula. Biasanya kalau daunnya nggak terbatas, ya daun pepaya yang mulai menua. Beli seikat, bisa seperempatnya nggak layak dimakan karena daunnya sudah tua.
Tidak mau membiarkan kesempatan, saya segera meminta penjualnya agar bisa memilah tumpukan daun papaya itu sesuai harga seperti biasanya. Setumpuk daun itu, kata penjualnya memang baru diturunin dari mobil yang mengantarkan. Ia sendiri masih sibuk mengurusi hal lain jadi belum sempat mengikat-ikat menjadi ikatan biasa.
Ketika si mang penjual sayur itu memilah sayur sesuai harga seikatnya, ada yang menarik pandangan mata saya. Untuk mengikat sayur yang sesuai harga tersebut, si mang ternyata menggunakan ikatan dari bambu tipis yang memang digunakan sebagai tali. Kuat, simpel dan tidak perlu sampai harus sedemikian rupa diuntel-untel atau ditarik kuat.
Iya sih... Sebagian besar penjual sayuran di sini menggunakan ikatan buat sayur mereka dengan menggunakan ikatan dari bambu ini. Ada beberapa yang sudah menggunakan tali rafia atau dari gedebok pisang yang ditipiskan juga lalu dijemur.
Entah mengapa saya jadi teringat pada masa dimana beragam kantong plastik (yang sering saya sebut dengan nama kresek) atau jenis plastik non kresek masih termasuk barang langka di pasar. Kebanyakan penjual membungkus barang dagangannya dengan daun atau kertas. Daun pun bisa daun pisang atau daun jati. Tergantung barang yang dibeli dan lokasi pasar sebab di beberapa tempat daun jati susah didapat.
Tapi, yang masih menjadi pertanyaan saya, untuk ikan, daging atau makanan basah, dulu itu dibungkus pakai apa ya? Apakah sudah menggunakan plastik yang terbatas itu? Ada seorang teman bilang, kemungkinan menggunakan memakai daun jati. Hmm.... Saya tidak terlalu yakin.
Kaesang Bawa Pisang
Selain ingatan saya kembali pada masa plastik belum menjadi musuh karena belum banyak digunakan, saya juga tertarik dengan pemandangan kala Pak Jokowi sekeluarga berbelanja di pasar tradisional di Solo.