"Nggka bisa... Kata Mama, anak lelaki nggak boleh menangis."
"Wah.... Mamamu kata siapa? Kamu boleh kok menangis. Mungkin maksudnya, kalau menangis jangan di hadapan orang banyak."
Sebentar dia terdiam lalu tak lama pamit. Keluar, entah kemana. Sekitar satu jam kemudian, dia kembali dan mengajak ngobrol lagi. Dia terlihat lebih tenang.
"Sudah tenang sekarang?"
"Sudah, Mbak... Sudah lega."
"Gimana caranya, kok sudah lega?"
"Aku tadi meluapkan emosi dengan menangis, Mbak... Lumayan lega sekarang."
"Lha, dimana menangisnya?"
"Ada di tempat tersembunyi yang nggak kelihatan orang lain kok, Mbak..."
Sudah lama saya mendengar semacam ungkapan bahwa anak laki-laki tidak boleh menangis. Hal ini bisa jadi dihubungkan dengan anggapan kebanyakan orang bahwa seorang laki-laki itu adalah seorang manusia kuat dalam segala situasi. Dalam kesedihan terdalam sekali pun.
Sementara menangis adalah sebuah kegiatan yang dihubungkan dengan sebuah hal yang lemah, gampang menyerah dan bisa jadi memalukan. Padahal menangis juga merupakan sebuah ungkapan emosi atas hal yang terjadi dalam diri seorang manusia. Memang, kadangkala menangis bisa menjadi senjata atas sebuah tujuan menarik perhatian. Namun, menangis jenis begini tentunyan akan bisa terlihat beda dan sebaiknya dihindari oleh siapa saja, entah laki-laki atau perempuan.