Mohon tunggu...
Benyaris A Pardosi
Benyaris A Pardosi Mohon Tunggu... profesional -

Pendatang di Negeri Orang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Triple Minoritas Ahok

10 Oktober 2014   17:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:36 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412913221676472547

Ilustrasi: kompasiana.com

Ahok, Ahok dan Ahok, lagi-lagi gara-gara Ahok, Jakarta bertambah masalahnya karena Ahok yang satu ini. Dulunya Jakarta begitu tentram sebelum kehadiran Basuki Tjahaja Purnama ini, tak ada masalah yang dihadapi para PNS, Pejabat, DPRD, Pedagang Kaki Lima, FPI, Preman, Pemulung, PSK, orang pinggiran sungai atau waduk. Tidak pernah terjadi ribut-ribut, tidak pernah ada masalah, semua berjalan lancar karena semua bisa “diatur”. Antara preman dengan pedagang kaki lima, antara preman dengan pemerintah daerah, antara pemerintah daerah dengan PSK, antara pejabat dengan pejabat, antara pejabat dengan ormas, setiap masalah bisa diselesaikan dengan “main mata”. Dengan demikian tidak ada masalah, semua berjalan dengan lancar.

Tapi sekarang, Jakarta kini berbeda, tidak ada lagi namanya main belakang. Semua harus terbuka, mulai dari anggaran, gaji dan kekayaan pejabat, pajak yang dibayar. Tidak boleh lagi main mata, karena main mata hanya akan menguntungkan “dua mata yang bermain”. Memang selama ini semua terlihat berjalan lancar karena kebijakan yang dilakukan bukan untuk kebaikan, peraturan boleh diputar balikkan demi keuntungan pribadi.

Bagi orang seperti Ahok, kebutuhan terpenuhi sudah cukup, bukan keinginan. Makanya ia mampu berkata cukup untuk gaji yang diterimanya sebab itu sudah cukup memenuhi kebutuhannya, ia tidak tergoda untuk korupsi demi memenuhi keinginan pribadi. Jadi bagi para pejabat, sepertinya untuk kebutuhan hidup Anda pribadi dan keluarga sudah diperhitungkan negara, Anda tidak perlu lagi korupsi demi keinginan anda. Jika ada pejabat yang paling benci terhadap kejahatan, dia adalah Ahok. Tak peduli siapa pun akan ia tantang jika menyangkut pelanggaran konstitusi.

Ahok, Cina, Kristen sering disebut-sebut dengan istilah double minoritas. Akan tetapi, kini ia tidak lagi double minoritas. Kini ia tanpa partai pendukung setelah memutuskan keluar dari Gerindra, Ia menentang RUU Pilkada yang diusulkan oleh Koalisi Merah Putih. Dengan demikian Ahok semakin memiliki musuh-musuh baru yang dulunya adalah kawan. Gerindra dulu mengusung Ahok sebagai wakil gubernur DKI tanpa mempermasalahkan double minoritasnya. Entah tulus atau tidak, atau sekedar pula pencitraan bagi Prabowo, artinya dengan mengusung Ahok sebagai cagub yang berasal dari kaum minoritas, maka citra Prabowo akan baik di mata rakyat, sekaligus mencicil pembersihan namanya dari pelanggar HAM. Ahok Cina, Kristen, tanpa Partai, maka kini ia bukan lagi double, melainkan triple minoritas.

Meski demikian, lagi-lagi bukan Ahok namanya kalau takut ditinggal teman, pekerjaan bahkan kehilangan nyawa ia tidak peduli asal itu demi konstitusi. Sekitar tiga bulan yang lalu saya memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Ahok di kantornya. Pernyataan yang menarik darinya adalah “anda mau Kristen, atau keluarga, saya tidak peduli, jika anda melanggar konstitusi saya sikat anda di sini..!” Pernyataan itu membuat saya semakin yakin bahwa Ahok adalah salah satu tokoh Indonesia yang akan tercatat dalam sejarah negeri ini sebagai kaum double, triple, quadruple atau apalah yang menunjukkan keminoritasan Ahok yang pernah berjuang demi Indonesia yang lebih baik.

Sudah saatnya, permasalahan SARA tak lagi dibawa-bawa, jika hal itu terus menerus menjadi penentu siapa lawan siapa musuh, maka kita kembali lagi ke masa penjajahan. Betapa mudahnya negeri ini akan dipecah hanya karena perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antar golongan kita dijajah lagi dengan devide et impera. Bukan suku, bukan agama, bukan ras, bukan golongan yang akan menentukan Ia adalah sesama saudara, namun seberapa cinta ia terhadap negeri ini. Jayalah Indonesia.

Salam Kompasiana....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun