Mohon tunggu...
Benyaris A Pardosi
Benyaris A Pardosi Mohon Tunggu... profesional -

Pendatang di Negeri Orang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fadli Zon: "KPK Memberatkan APBN", Saya: “Koruptor Lebih Memberatkan Lagi Coy”

19 Desember 2014   01:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:00 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14189023971119773164

[caption id="attachment_341905" align="aligncenter" width="700" caption="Ilustrasi: Kompas.com"][/caption]

Senang rasanya mendengar rencana Komisi Pemberantasan Korupsi membuka cabang di daerah. Betapa tidak, selama ini saya sering merasa geram dan menahan hati panas menyaksikan maraknya politik uang dan kerakusan-kerakusan para kepala dan pejabat daerah. Meski keberadaan KPK di Indonesia cukup lama, namun bisa dibilang bahwa kesaktian mereka belum mampu menyentuk sampai ke seluruh profinsi dan kabupaten-kabupaten yang menyebar di penjuru negeri ini.

Sebagai rakyat biasa tentu saya menyambut baik rencana ini, namun berbeda dengan saya, wakil ketua DPR Fadli Zon ternyata memberi reaksi yang lain. Kader Gerindra ini justru menolak rencana ini. Sebab, menurutnya pembukaan cabang di daerah justru akan membebani APBN atau memboroskan anggaran. Seperti dilansir oleh kompas.com, menurutnya pemberantasan korupsi bukan hanya bergantung pada KPK saja. Indonesia juga memiliki kepolisian dan Kejaksaan Agung. Ketidakmaksimalan Kepolisian atau Kejaksaan tidak harus diatasi dengan membuka cabang baru, namun memperbaikinya, katanya.

Menurut saya, ada benarnya juga pendapat Fadli ini. Dari segi anggaran pastilah memang akan menambah pengeluaran negara. Sedangkan dari segi efektipitas, pastilah bisa keberadaan Kepolisian dan Kejaksaan dimaksimalkan. Akan tetapi, dari sisi lain, bukankah di daerah justru kepolisian dan kejaksaan adalah lumbung kourpsi yang harus diberantas?  KPK juga pernah mengalami masa-masa kinerja buruk, dan perbaikan di dalamnya sudah dilakukan dengan mengganti personil yang tidak kompeten.

Dari segi kehematan APBN, bukankah koruptor-koruptor di daerah selama ini adalah penyebab membengkaknya anggaran negara? Banyak anggaran-anggaran siluman yang dianggarkan oleh instansi-instansi yang peruntukannya tidak jelas. Justru akan lebih bagus jika terjadi “overlap” dalam pemberantasan korupsi. Artinya semakin banyak institusi pemberantas korupsi yang mengawasi para pejabat di negeri ini. Kenyataannya, keterbatasan KPK untuk memantau para pejabat sampai ke daerah-daerah justru menjadi celah bagi oknum kepolisian maupun kejaksaan untuk melukukan kongkalikong.

Seharusnya rencana ini didukung oleh semua pihak. Seiring semakin kuatnya kinerja KPK di daerah dan institusi kepolisian dan kejaksaan sudah bersih serta bisa “mandiri” melakukan pemberantasan korupsi, maka bukan tidak mungkin akhirnya keberadaan KPK di daerah tidak diperlukan lagi. Atau di Indonesia peran KPK mulai dikurangi seiring semakin kuatnya institusi Kepolisian dan Kejaksaan melakukan pemberantasan korupsi. Karena biar bagaimanapun, kita juga berharap agar KPK tidak perlu ada bahkan di pusat, dengan catatan korupsi sudah bersih dari tanah air. Maka sudah sepatutnya upaya pemberantasan korupsi kita dukung bersama hingga ke pelosok negeri ini. Sudah seharusnya pemberantasan korupsi menjadi  tugas dan tanggung jawab semua elemen negeri ini. Sudah saatnya praktek korupsi ditumpas dari Indonesia, baik di pusat maupun di daerah, baik besar maupun kecil. Salam Kompasiana...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun