Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apakah Bahagia Milikku Jua

30 Agustus 2021   23:08 Diperbarui: 30 Agustus 2021   23:21 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai, perkenalkan namaku Ruslan. Usiaku 11 tahun. 

Aku tidak terlalu ingat bagaimana bisa menjadi pengemis di kampung yang terlihat sangat makmur ini. Yang aku ingat, seorang perempuan muda meninggalkan aku di emperan toko begitu saja. Perempuan itulah yang biasa memanggilku dengan nama Ruslan. Ia pergi begitu saja di suatu malam ketika aku terlelap tidur. 

Aku menangis sejak kepergiannya dan setiap hari mencarinya dari kampung ke kampung sampai ke pusat kota. Tetapi tidak kutemukan sampai hari ini juga. 

Sedih dan hancurnya perasaanku bahwa perempuan yang sudah aku anggap sebagai Ibu itu, tidak tahu kemana perginya. Aku tidak mengerti apakah dia Ibuku atau bukan. Terkadang aku sering bertanya, apa salahku, hingga Ibuku atau Ayahku pergi meninggalkanku begitu saja. 

Dan beginilah kondisiku saat ini, tidak punya tempat tinggal dan dengan bermodalkan 2 potong lembaran kardus aku tidur di emperan toko, dekat dengan kampung tetangga sebelah. 

Emperan toko itu menjadi tempat tinggalku selama bertahuntahun karena para pembelinya sering berbaik hati dengan memberikan kue cucur atau kue apem kesukaanku. 

Walaupun aku sering mendapatkan perlakuan buruk berupa hinaan dan pukulan bertubi-tubi dari anak-anak seusiaku karena mengemis dan entah berapa kali pukulan yang kudapatkan dari sang pemilik toko, karena aku duduk di emperan tokonya. Hampir sekujur tubuhku penuh luka lebam dan membiru. 

Namun hingga suatu kali, ketika aku mengais sampah di dekat kantor kecamatan. Nampak sebuah mobil sedan mewah berhenti mendekati diriku. Seorang pria keluar dari pintu belakang. 

Pria itu sangat kukenali, beliau adalah Pak Asep, Seorang duda bercerai dan Tuan tanah dari kampungku. Dengan wajah iba ia mendekatiku, dan mengajakku untuk ikut dengannya dan bertanya apakah aku mau bekerja di rumahnya. Pria itu sangat tampan dan ia harum sekali. Aku merasa tidak pantas berbicara dengannya, karena aku kotor dan bau, ditambah lagi luka-luka di sekujurku tubuhku membuat aku terlihat sangat kumuh dan penyakitan. 

Aku tahu bahwa pria ini sangat kaya dan hatinya pasti terbuat dari emas, karena ia berkenan mengajakku untuk menjadi pembantu dirumahnya. Aku tidak perduli mau kerja apa di rumahnya atau di perusahaannya, asalkan aku bisa mendapatkan kehidupan layak seperti orang-orang pada umumnya. 

Tidak bisa digambarkan, hatiku gembira sekali, tanpa berpikir lagi aku mengiyakan ajakannya. Iya, hidupku pasti akan berubah, aku langsung membayangkan bisa makan 2 kali sehari, bisa mengenakan pakaian yang bersih dan setidaknya bisa tinggal di tempat yang layak.  

Pukul 17.00 WIB, kami tiba di rumahnya. Wah, rumahnya sangat besar dan mewah. Pak Asep duduk di ruang tamu dan memanggil 2 orang pembantunya dengan suara lantang. 

Yang aku dengar nama mereka adalah Bi Tanty dan Pak Ramzi. Mereka berdua datang, Pak Asep meminta Bi Tanty untuk memandikanku dan memakaikan baju bekas anaknya yang disimpan di gudang belakang. Dan meminta Pak Ramzi untuk membersihkan luka-luka dan mengobatiku. 

Bi Tanty membuka sikat gigi berukuran sedang dan mengoleskan odol lalu menyuruhku untuk menyikat gigiku. Tapi aku tidak mengerti bagaimana cara menggunakannya. 

Kemudian Bi Tanty memperagakan caranya, dan aku mulai mengikuti arahannya. Bi Tanty, merasa kasihan dengan aku. Kemudian Ia melepaskan bajuku dan memandikanku dengan sangat hati-hati karena di sekujur tubuhku penuh dengan luka. Aku sedikit risih karena Dia yang akan memandikanku. 

Aku bilang kepadanya, bahwa aku bisa mandi sendiri. Lalu Bi Tanty mengiyakan dan menyuruhku untuk menggosok setiap inchi tubuhku supaya bersih. Setelah selesai, dia memberikan handuk bersih dan menyiapkan baju bekas, yang aku lihat masih sangat bagus, bahkan seperti kelihatan baru dipakai beberapa kali saja. Seperti inikah, kehidupan anak-anak orang kaya. Pakaian yang bekas saja, masih seperti baru. Aku berdecak kagum melihatnya. 

Pak Ramzi membantuku mengeringkan rambutku dan tubuhku, kemudian ia menuntunku ke ruang, yang aku lihat sebagai ruang santai para pembantu di rumah ini. 

Dia mengobatiku dengan obat salep dan mengoleskannya diseluruh luka-lukaku. Dia bertanya, kenapa aku bisa memiliki luka-luka sebanyak ini. Aku menjelaskan bahwa aku jatuh karena terantuk batu di jalan dan beberapa kali terkena pecahan batu, sewaktu aku menjadi kuli panggul saat pembangunan waduk di kampung sebelah. 

Dan kelihatannya dia percaya saja dengan cerita ini. Baik Bi Tanty dan Pak Ramzy sangat baik kepadaku. Tiba-tiba Pak Asep datang dan membawakan kami 3 bungkus nasi padang. Aku mengucapkan terima kasih kepadanya. Pak Asep menjelaskan kepadaku bahwa aku bisa tidur di kamar yang berada di ruang bawah tanah dan memakai baju-baju bekas anaknya. 

Aku tidak tahu bagaimana membalas kebaikan Pak Asep. Pak Asep menjelaskan bahwa mulai besok, aku akan ikut membantu pekerjaan di rumah seperti mencuci piring, memotong rumput, membersihkan kolam ikan dan kolam renangnya. Wah, hebat sekali ternyata rumah yang sebesar ini, masih punya kolam renang juga di belakang rumah. 

Kebaikan Pak Asep luar biasa, beliau bahkan ingin menyekolahkanku juga. Beliau mendaftarkan aku pada sekolah malam, dimana gurunya mengajarkan aku baca, tulis dan memberikan kurikulum pendidikan sesuai dengan tingkatanku yang harusnya duduk di Sekolah Dasar kelas 5. Setiap hari aku melakukan tugasku sebagai pembantu di rumah ini dan ikut sekolah malam hari. Perasaanku campur aduk. Bahagia, nyaman dan merasa terlindungilah yang bisa kurasakan saat ini. 

Aku mendapatkan makanan yang cukup, pakaian, tempat tinggal dan pendidikan yang layak dari Pak Asep. Pak Asep adalah malaikat yang dikirim Allah SWT untukku. 

Bahkan menjelang Hari raya Idul Fitri, Pak Asep memberikan pakaian baru dan makanan yang enak untuk kami para pembantunya yang semuanya berjumlah 12 orang. Kami merasa bersyukur atas kebaikannya.

Hingga suatu kali terdengar kabar yang sangat mengejutkan, bahwa Pak Asep mengalami serangan jantung. Beliau meninggal dunia pada usia yang ke-45 tahun. 

Karena kabar ini, membuat kedua putranya yang tinggal di Amerika kembali di Indonesia. Dan ketiga adiknya yang tinggal di Jakarta, Semarang dan Cirebon. Ikut pulang ke kampung untuk mengantarkan jenazahnya ke liang kubur. Hari itu adalah hari yang paling menyedihkan dalam hidupku dan juga seluruh pembantunya. 

Orang yang telah membantuku dan sudah kuanggap Ayahku sendiri harus dipanggil Tuhan secepat itu, bahkan sayapun belum sempat membalas budi baik Pak Asep. 

Kami bersama seluruh keluarga besar mengantarkan jenazah ke tempat pemakaman umum di kampung kami. Isak tangis membahana di seluruh tempat pemakaman yang dihadiri pula oleh penduduk kampung, banyak sekali yang bersimpati padanya. Karena beliau adalah seorang dermawan yang senantiasa bersedekah untuk penduduk, bahkan ikut membiayai hampir setengah penduduk kampung untuk naik Haji. Semoga setiap amal, kebaikan beliau selama di dunia diterima oleh Allah SWT.

Baru ditinggal 1 hari atas kepergian Pak Asep. Kedua putranya dan adik-adiknya Pak Asep sudah mempersoalkan rumah dan harta miliknya akan diwariskan kepada siapa. 

Suasana di rumah menjadi ricuh, satu sama lain berusaha mempertahankan pendapat dan meyakinkan bahwa mereka yang berhak atas harta-harta tersebut. Persoalan pembagian warisan yang tak jelas dan bertele-tele membuat keluarga Pak Asep, menjadi temperamen dan sering melampiaskan ke para pembantunya. 

Para pembantu merasa ketakutan dan sangat tertekan. Satu persatu para pembantu mengundurkan diri, karena tidak tahan mendapatkan makian dan pukulan dari ke-2 putra dan adik-adiknya Pak Asep. Akhirnya dari ke-12 pembantunya, tinggal saya dan Pak Ramzi yang bertahan. Saya harus bertahan, karena saya sudah kelas VI dan tinggal 6 bulan lagi bisa menyelesaikan Sekolah Dasar. 

Pak Ramzi bertahan juga karena memikirkan anak istrinya akan dikasih makan apa, seandainya dia keluar dari rumah ini. Tetapi pertahanan, akhirnya runtuh juga. Pak Ramzi memilih mengundurkan diri dan berniat untuk mengajakku ikut ke rumahnya. Tetapi hal itu tidak diizinkan oleh ke-2 putra Pak Asep. Sehingga aku tetap bekerja di rumah Pak Asep.

Penderitaan ternyata baru saja dimulai. Ke-2 putra Pak Asep yang bernama Randy dan Dika sangatlah kejam. Mereka akan berusaha mencari celah untuk melihat kekuranganku dengan begitu bisa memarahiku, memaki dengan kata-kata kotor dan melepaskan tendangan diperutku, menyundut rokok di pahaku, menampar mukaku berkali-kali, meludahiku, menyiramkan minyak panas ke kakiku, membenturkan kepalaku di tembok sampai berdarah, bahkan menyayat punggungku dengan koleksi pisaunya. 

Sebaik apapun, saya melakukan pekerjaan yang mereka perintahkan selalu ada kurangnya. Dika tidak memperbolehkan saya sekolah, bahkan buku saya disobek-sobeknya dan seringkali rambut saya tercabut dari kepala karena sering ditariknya dengan kasar. Randy yang mudah sekali naik pitam, akan menghentikan jatah makanku hanya satu kali dan Ia yang sudah memegang sabuk hitam di taekwondo, sering menggunakan keahlian taekwondonya untuk menyiksaku di ruang bawah tanah. 

Ditambah lagi ke-3 adik Pak Asep sangat tidak berperikemanusiaan. Mereka sering memukuliku dengan ikat pinggang mereka, meninggalkan aku sendirian di hutan lebat yang terkenal angker, Melemparkanku ke dalam sumur dan menjadikan aku bahan lelucon mereka. Berulang kali, aku minta ampun dan menangis, tetapi tidak ada rasa ampun.

Iya, aku harus kabur. Inilah jalan satu-satunya. Aku mulai mencari cara untuk kabur. Tetapi, pintu, jendela selalu dikunci rapat. Dan sepertinya tidak bisa keluar dari rumah bak penjara ini. Pernah suatu kali, saya berhasil keluar di malam hari. Tetapi ketahuan oleh Salah satu adiknya pak Asep, yang bernama Om Dani. Beliau membangunkan Dika dan Randy. Mereka mulai menyiksaku dari malam dini hari sampai terbitnya matahari. Badanku terasa sangat sakit dan remuk. Darah berceceran dimana-mana. Mereka memaksaku untuk membersihkan darahku yang mengotori lantai rumah itu. Setelah membersihkan lantai. Dika menyeretku ke kamar mandi dan menyiramku dengan air melalui selang berkekuatan tinggi dan langsung membuat tubuhku mengigil dan ngilu. Mereka menyiapkan ember yang dibubuhkan garam dapur dan menyiramkan ke tubuhku. Rasanya sangat perih dan menyakitkan, tangisan dan permintaan ampun rasanya tidak cukup. Aku berlutut memohon ampun, tetapi rasanya sia-sia. Ya Allah, kapan penderitaanku akan berakhir.   

Hingga suatu kali, Randy putra pertama Pak Asep mengadakan acara syukuran atas diterimanya masuk pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Kesehatan dan juga atas kelulusan kuliahnya mendapatkan gelar MBA 2 bulan lalu di salah satu universitas di California, Amerika Serikat. Acara ini diadakan di rumah, tepatnya di hari Minggu pukul 18.00 WIB. Randy mengundang rekan-rekan PNS dan teman-teman kampus yang notabene adalah orang-orang kaya dan terpandang dikota. Karena tidak ada pembantu di rumah itu, Randy menyewa beberapa tenaga jasa catering untuk menyiapkan makanan dan menjamu tamu-tamu penting. Randy dan keluarganya menyiapkan OHP untuk memproyeksikan foto-foto Randy sewaktu kuliah dan cuplikan realitas sehari-hari Randy selama kuliah dan di kantornya saat menjadi PNS. Sebelum acara ini, luka-luka saya sudah mulai pulih dan bekas-bekasnya sudah tidak terlihat. Sayapun ditugaskan membagikan makanan dan menyediakan minuman atau snack untuk para tamu. Yang ada dalam pikiran saya, semoga saya tidak membuat kesalahan atau kejadian yang memalukan yang bisa berdampak pada penyiksaan bertubi-tubi dari keluarga Pak Asep.

Acara berjalan dengan lancar, saya bersama tenaga jasa catering ikut berbaur menawarkan minuman, coklat, kue ke para tamu. Mereka sangat ramah dan beberapa di antaranya sangat baik kepada saya. Saya kembali ke dapur dan mengambil panganan untuk ditawarkan kepada tamu. Tetapi aku heran, kenapa dapur tidak ada orang. Ketika mencoba memasuki dapur, tiba-tiba ada sebuah kaki yang menjulur dari pintu. Sontak kaget, saya langsung terjatuh dengan nampan berisi 2 potong kue. Saya langsung memungutnya, dan cepat-cepat menaruhnya kembali di atas nampan. Dari balik pintu, muncul adik pak Asep yang ke-3 bernama Om Herman. Beliau langsung memakiku dengan kata-kata kasar, mengatakan bahwa aku tidak becus dalam bekerja dan menamparku dengan sangat keras hingga membanting tubuhku ke sudut meja dapur dan sudut meja itu langsung melukai jidatku. Aku tertunduk, menangis karena kesakitan dan minta maaf. Berjanji bahwa aku akan lebih berhati-hati saat berjalan. Om Herman tidak perduli, beliau memanggil Om Tatang, adik Pak Asep yang ke-2 dan mereka berdua menendang perutku, menjambak rambutku, menonjok wajahku, meludahiku dan mereka menertawakanku. Aku berharap salah satu tenaga catering datang ke dapur, supaya penderitaanku ini bisa berhenti. Tubuhku sudah sangat lemah, karena aku hanya diberi makan 1 kali saja hari ini. Aku hanya bisa pasrah. Bila Allah SWT menghendakiku untuk kembali pada-Nya, hari ini, aku sudah bersiap. Karena aku sudah tidak sanggup lagi menghadapi siksaan demi siksaan.

Randy, datang ke dapur. Karena di informasikan oleh Dika ada keributan di dapur. Sepertinya tenaga jasa catering dikondisikan untuk tidak datang ke dapur ini. Mereka mengambil panganan & minuman dari ruang makan. Sehingga tidak sampai ke dapur. Randy datang dan menghampiriku, bukannya membantuku dari siksaan yang kualami. Dia menarik ikat pinggangnya dan menghajar seluruh tubuh, disertai tendangan dan pukulan bertubi-tubi. Aku menangis, minta ampun. Tetap tidak diperdulikan. 

Dengan badan penuh luka dan darah berceceran di lantai, aku mulai merangkak untuk menyelamatkan diri. Om Herman, menarik kakiku. Dan mulai membantingku ke arah kompor listrik, aku memohon, memegang sepatunya serta memeluk pergelangan kakinya, minta ampun, beliau tidak perduli dan terus menendang nendang perutku. 

Tendangannya yang paling telak adalah ketika beliau menendang daerah pangkal pahaku, aku menjerit dan mohon ampun dengan sangat. Aku menangis, merangkak dan keluar dari dapur. Segera menuju ruang bawah tanah. Alhamdulilah, mereka membiarkanku dan aku segera merebahkan tubuhku di lantai ruang bawah tanah. 

Tapi ada apa ini, biasanya suara di ruang tamu bisa terdengar dari ruang bawah tanah. Tetapi saya tidak mendengar suara apapun. Aneh rasanya, kemanakah para tamu. Tiba-tiba ada langkah kaki dan sekejap membuka pintu ruang bawah tanah. Antara sadar dan tidak sadar, ya wajah itu aku mengenalinya. Dia adalah Andre, teman Randy, dia adalah seorang Dokter di kampung kami. 

Dia menggendongku dan membaringkanku pada tempat tidurku. Kemudian membuka tasnya dan memeriksa seluruh luka-luka lebam di tubuhku. Tapi, bagaimana dia bisa tahu aku ada di sini. Dokter Andre menelepon puskesmas terdekat dan mengirimkanku ke Puskemas. Wajah seluruh tamu terlihat tegang dan mulai meninggalkan rumah Pak Asep satu persatu. Ada apa ini sebenarnya. 

Keesekon paginya, seorang wanita, bernama Ibu Ratih datang menjengukku di Puskesmas. Beliau menjelaskan bahwa dia adalah seorang pengacara dan rekanan Pak Asep. 

Beliau menjelaskan bahwa ia sudah melihat adanya kejanggalan dan ketidakberesan di rumah Pak Asep dari laporan Pak Ramzi, pembntu Pak Asep yang sudah mengundurkan diri. 

Maka dari itu, Ibu Ratih dengan sembunyi-sembunyi memasang kamera CCTV dengan memakai jasa tenaga-tenaga catering, pada beberapa titik di rumah Pak Asep sebelum acara syukuran Randy. Malam itu. saat penyiksaanku terjadi di dapur, kamera CCTV disiarkan secara langsung menuju OHP dan para tamu dapat melihat kegiatan penyiksaan Randy dan kedua pamannya yang sadis terhadapku. Aku menangis dan mengucapkan terima kasih karena sudah diselamatkan Ibu Ratih. 

Dan berita yang paling mengejutkan adalah setelah ini, Ibu Ratih menjelaskan bahwa Randy dan Dika adalah bukan putra kandung Pak Asep. 

Sebenarnya Pak Asep sudah sangat lama mencari putranya yang telah hilang. Putranya itu dibawa oleh istrinya ketika, Pak Asep masih sering mabuk-mabukan dan berjudi ketika di masa mudanya. Hasil kecocokan DNA mengenai putranya diperoleh 1 hari setelah Pak Asep meninggal. Sangat disayangkan, ketika putranya ditemukan. Justru Pak Asep meninggal. 

Bu Ratih menjelaskan bahwa saya adalah putra kandung yang dicari Pak Asep selama ini. Atas tindakan penyiksaan, ketiga pamanku dan ke-2 putra Pak Asep akan mendekam di penjara. Dan Harta warisan, langsung diserahkan kepada saya sebagai putranya. Saya tidak percaya ini, hal ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Saya sangat sedih, saya belum sempat memeluk Pak Asep dan mengatakan bahwa saya sangat mencintainya.

Satu bulan berikutnya, luka-lukaku sudah sembuh dan tubuhku sudah benar-benar pulih. Aku mendatangi penjara tempat kedua kakakku Randy dan Dika, beserta ke-3 pamanku. Mereka dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dengan pasal penganiayaan dan penyiksaan. Kami bertemu di penjara. Dan aku meminta izin Pak sipir untuk bisa berbicara dengan mereka. 

Mereka menangis dan meminta maaf kepadaku. Aku juga tidak kuasa menahan tangis. Tentu saja aku menerima permintaan maaf mereka. Mereka adalah orang-orang terdekatku. 

Satu-persatu, aku peluk Randy, Dika dan ketiga pamanku. Bahwa aku tetap menyayangi mereka dan tetap mengunjungi mereka. Aku akan menunggu hingga tiba saatnya, mereka keluar dari penjara dan mulai menjalani kehidupan baru dengan mereka, sebagai keluarga baru yang aku dambakan selama ini.    

## Sekian ##

IG: bwu16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun