Dengan gincu merah marun menantang, Rani menghisap dalam-dalam rokoknya. Menjentikkan rokoknya ke dalam sebuah asbak keramik berwarna putih keemasan.Â
Matanya sesekali menatap jauh melalui kaca bening sebuah café khas metropolitan, di bilangan Jakarta Selatan. Stocking jaring hitam membalut di kedua pasang kakinya yang jenjang bak model Milan papan atas dihiasi dengan high heels silver kesukaannya.Â
Sesekali Ia menarik rok mininya ke bawah karena acapkali beberapa pasang mata di sana senantiasa melirik ke arah pahanya. Terkadang ia membuang nafasnya dalam-dalam dan berulangkali melihat ponselnya.Â
Seorang pelayan mendatanginya dan bertanya. Selamat Sore, apakah Kakak ingin memesan sesuatu? Silahkan ini menunya. Pelayan itu menyodorkan aneka menu café. Dengan senyum tipis, Rani berkata minta Iced Chocolate without white cream nya 1 ya.  Â
Baik Kakak, ada lagi ? Ucap sang pelayan.
Rani menggelengkan kepala. Pelayan itu segera meninggalkan Rani. Detik demi detik telah berlalu, hanya lagu lagu air supply tempo dululah yang menemani kesendirian Rani.Â
Minuman Rani sudah hampir habis tetapi orang yang ditunggunya tidak kunjung datang. Dalam lamunannya yang tak jelas entah kemana, tiba tiba Ia dikagetkan dengan Pintu café yang terbuka, seorang pria paru baya dengan pakaian kantoran dilengkapi blazer krem, dasi abu-abu dan Jas hitam mendatanginya. Rani tersenyum. Ia berdiri dari kursinya dan mulai mencium pipi pria itu.Â
 Om, kenapa lama sekali? Aku sudah menunggu lebih dari 2 jam loh di sini Ucap Rani sambil cemberut.
 Saya kan, sudah bilang kalau hari ini ada meeting di Bali, tapi kamunya saja yang memaksa supaya kita ketemu hari ini . Ucap pria itu dengan lembut sambil tangan kanannya mengusap pipi Rani.Â
 Aku sudah pesan, Om mau pesan apa? . Ucap Rani untuk mengganti topik pembicaraan