Mohon tunggu...
BENTAR SAPUTRO
BENTAR SAPUTRO Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar di semestaNya

ketik huruf, angka dan tanda baca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mau-Ku, bukan Maumu

16 Januari 2017   13:16 Diperbarui: 16 Januari 2017   15:07 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu gerimis merata sepanjang jalan, bahkan sejak semalaman. Aktifitas keseharian menjadi semakin syahdu, antara mau berangkat kerja atau memutuskan untuk tetap membentangkan selimut akibat dingin yang mendera. Tapi bagaimana mungkin bermalas-malasan, sedang Tuhan saja tidak pernah malas menaburi nikmat.

Akhirnya tetap kujalankan kewajiban untuk beraktifitas yakni berangkat kerja. Sebelum berangkat, gerimis masih rajin untuk turun membasahi bumi. Segera kukenakan saja jas hujan untuk membalut tubuhku yang ringkih ini. Selama perjalanan dari rumah hingga menuju tempat kerja, ternyata hujan gerimis rata mengguyur.

Seperti biasa, setibanya saya sampai tempat kerja langsung memberi kabar pada istri. Nah, karena kebetulan istri belum berangkat kerja. Pagi itu saya katakan pada istri, “nanti apabila hendak berangkat kerja, berhati-hatilah karena jalanan licin, hujan merata membasahi jalanan.” Begitu kataku. Jam kerja istri memang berangkat agak siang.

Sesampainya di tempat kerja, saya melakukan aktifitas seperti biasanya. Hari itu kebetulan ada agenda rapat untuk sebuah kegiatan yang akan diselenggarakan di Bali. Sayapun ikut serta dalam forum rapat tersebut. Mengikuti jalannya rapat dan memperhatikan betul apa yang dibahas. Waktu menunjukkan kurang lebih sekitar pukul 10.13 WIB. Istri saya setiap akan berangkat selalu memberi kabar bahwa ia akan berangkat kerja. Sayapun kembali mengingatkan untuk berhati-hati selama perjalanan menuju tempat bekerja. Rapat masih berjalan dan membahas berbagai persiapan yang akan dilalui selama di Bali nanti.

Disela-sela rapat saya keluar ruangan untuk ke kamar kecil. Entah mengapa perasaan saya tiba-tiba merasa tidak seperti biasanya. Benar saja, baru saja saya sampai di kamar kecil tiba-tiba saya mendapat telepon dari istri. Dengan nada menangis dan sesunggukan istri saya memberi kabar bahwa baru saja ia jatuh dari motor.

Bergegaslah saya meluncur ke tempat di mana istri saya kecelakaan menggunakan sepeda motor dengan mengajak teman kantor. Setiba di sana saya langsung bawa istri ke rumah sakit terdekat. Atasan saya turut serta mengantarkan ke rumah sakit menggunakan mobil, karena kondisinya saat itu tidak memungkinkan apabila naik kendaraan roda dua.

Namanya orang Jawa, kecelakaanpun masih saja bilang ‘untung’. Alhamdulillah hanya luka ringan saja dan lebam di beberapa titik, serta ada gigi yang patah dan tidak memenuhi tatanan standar gigi pada umumnya, rompal bahasa Jawanya..

Sembari bercerita istri saya mengatakan, padahal aku itu sudah sangat hati-hati dan tidak ngebut pada saat berkendara. Namun, tiba-tiba ada mobil memotong jalanku dari arah yang berlawanan. Memang mobil itu tidak menabrakku namun aku terkejut. Untuk menghindari benturan lantas aku rem mendadak dan sangat keras rem kutekan. Sontak, aku terpelanting dari motor.

Pendapatmu tidak penting dan tidak berlaku untuk tema Nabi. Yang penting dan yang pasti berlaku adalah pendapat Tuhan. Kan Tuhan sudah sangat jelas mengumumkan kepada makhluk-makhlukNya: Wahai manusia, kalian punya kemauan dan Aku juga punya kemauan. Hendaklah kalian mengetahui bahwa yang berlaku adalah kemauan-Ku” – Daur 92 (Menshalawati Muhammad Yang Belum Lahir)

Meskipun kita sudah sangat hati-hati dan waspada dalam berkendara, namun terkadang kita tidak memperhitungkan kondisi di luar sana. Bahwa ketika berkendara dengan hati-hati, namun kita tidak pernah tahu apakah pengendara yang lain akan melakukan hal yang sama dengan kita, yakni berhati-hati dan bersopan-santun dalam berkendara.

Memang kita hanya bisa melakoni adegan kehidupan yang masih misteri. Kejadian di depan kita masih sangat gelap, tidak bisa ditebak begitu saja. Yang berlaku memang hanya kemauan Tuhan. Sekeras apapun kemauan kita, sungguh tidak akan tercapai apabila Tuhan tidak terlibat di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun