Ada sebuah desa di daerah agak terpencil namun sudah berbau kota. Desa tersebut memiliki banyak penduduk di dalamnya. Penduduk yang selalu menghuni dan sangat kerasan untuk tinggal di desa tersebut.
Yang namanya sebuah desa, pasti memiliki semacam "balai". Kita sering menyebutnya sebagai Balai Desa. Tempat ini biasa digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas yang mendukung kemajuan desa itu sendiri.
Namun balai ini lebih dari sekadar memajukan desanya sendiri, lebih dari itu. Balai ini melayani seluruh komponen yang melingkupi kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan luar pulau di mana balai desa itu berada. Program-program unggulan yang sudah dirancang setiap tahunnya, dimaksudkan untuk melayani seluruh lapisan masyarakat desa itu khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Bebarapa bulan terakhir beredar rumor, isu, kabar angin bahkan mendekati fakta dan kenyataan. Bahwa balai desa ini akan segera "disudahi". Padahal desa itu sudah berdiri dan lahir sejak puluhan tahun silam. Sudah melewati beberapa generasi. Lah kok tiba-tiba ada klausul balai desa ini akan segera gulung tikar.
Apa alasannya? Bagaimana bisa balai desa itu mendadak terancam? Asal-usulnya dari mana? Berangkat dari kebijakan dan keputusan yang seperti apa?
Tidak tanggung-tanggung desa yang terancam sirna sebanyak 3 (tiga) balai. Lokasi desa tersebut terletak di 3 kota besar, Semarang, Yogyakarta dan Sidoarjo.
Namanya sebuah desa pasti ada Kepala Desanya. Dan meskinya juga ada Lurahnya. Mohon untuk dibedakan antara Kepala Desa dan Lurah. Yang berjalan memimpin keberlangsungan balai desa selama ini adalah Kepala Desanya. Tentu saja mendengar dan mengalami bahwa desanya akan "diselesaikan", Sang Kepala Desa merasa harus ada tindakan untuk mencegah supaya balai desa beserta isinya tidak jadi dieksekusi. Soal Kepala Desa dan Lurah tidak akan dibahas lebih lanjut di sini. Namun, aku yakin masing-masing balai desa tersebut memiliki Lurah yang bekerja secara senyap dan tak banyak orang mengetahuinya.
Ketiga Kepala Desa ini melakukan koordinasi dan sinkronisasi secara sinergis dengan atasannya yang lebih tinggi dari desa. Siapa atasan mereka? Namanya juga Desa, secara hirearki merangkak ke level kecamatan di atasnya lagi ada level kabupaten, lalu ada provinsi yang membawahi level sebelumnya.
Lalu siapa pihak yang ingin menyudahi ketiga balai ini? Atas dasar apa balai ini disudahi. Mengingat ketiga kepala balai ini melakukan koordinasi dengan level di atasnya, pasti bukan Kecamatan yang punya ide dan inisiatif untuk tutup buku. Ada dua kemungkinan level di atasnya yang memiliki peran dan kekuasaan untuk melakukan itu. Yakni Kabupaten dan Provinsi.
Pihak kecamatan berdalih bahwa keberadaannya tidak akan mungkin berjalan dengan baik tanpa hadirnya ketiga balai ini. Semua program-program yang direncanakan untuk kepentingan masyarakat luas tak akan terlaksana tanpa dukungan ketiga balai tersebut. Ini menjadi polemik di tubuh lembaga yang menangani banyak pihak.
Meskinya sebelum mengambil keputusan seperti itu, dua level jajaran tinggi ini melakukan tela'ah, analisis, survey, pengamatan, penelitian atau bahkan melakukan kunjungan langsung (semacam silaturahmi) terhadap ketiga Balai ini. Agaknya tidak berlebihan apabila langkah tersebut ditempuh. Namun hal ini tidak terjadi.