Mohon tunggu...
Lis & Ben
Lis & Ben Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lis & Ben, bergandengan tangan untuk berusaha menghasilkan buah yang jauh lebih baik daripada pohonnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Blessing in Disguise

30 April 2014   13:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:01 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak semata wayang saya selalu menyukai moment diantar ke sekolah oleh kami, kedua orangtuanya. Buat anak lain mungkin bukan apa-apa, tapi bagi anak saya itu adalah hal yang istimewa.

Sejak TK hingga sekarang kelas 5 SD, ia selalu ikut mobil jemputan karena sekolahnya jauh. Setiap jam 5.30 setiap hari Senin-Jumat ia harus sudah siap berangkat ke sekolah. Sabtu ia libur jadi waktu istirahat itu ia nikmati betul dengan main dari bangun tidur sekitar jam 8-9 sampai malam.

Baru sekitar 2 tahunan ini saya punya kesempatan untuk mengantarkannya ke sekolah pada waktu-waktu tertentu. Itu terjadi ketika saya rolling shift. Jadi ada hari-hari tertentu saya free pada pagi hari.

Apakah cuma berdua saja dengannya? Tidak. Ibunya pasti ikut. Rupanya ia juga menikmati moment mengantar anak ke sekolah ini. Selain itu, bagaimana kami bisa menikmati nasi pecel gocengan di pinggir jalan kalau kasirnya ketinggalan di rumah?

Kadang-kadang anak saya tidur lagi sepanjang perjalanan yang makan waktu 45 menit – 1 jam tergantung rute dan macet atau tidaknya. Bangun-bangun saat kami berhenti dan ibunya turun membeli nasi pecel gocengan di gerobak pinggir jalan. 5 bungkus buat bertiga karena porsinya lumayan mini dan anak saya saja minta jatah 2 bungkus sendiri.

Kalau dia tidak mau tidur ya sudah, berisiknya sepanjang jalan. Bercerita ini-itu. Tertawa begini-begitu sambil dengar radio (sukanya JakFM). Kadang-kadang malah ikutan nyanyi kalau ibunya menyetel musik via MP3. Nggak terlalu jelas dia sedang nyanyi atau menggali sumur. Yang penting meriahlah!

Lalu di mana kami menikmati nasi pecel itu? Kadang-kadang di pinggir danau di belakang sekolahnya. Kadang-kadang hanya berhenti dan makan saja di pinggir jalan di seberang sekolahnya. Di mana pun makannya, jatah anak saya ya tetap 2 bungkus. “Anak ayahnya” kata istri saya. Jelas! Hehehehe ...

Anak saya rajin menanyakan “kapan diantar ke sekolah lagi?” Maka saya tuliskan jadwal shift saya di sebuah kalender. Ternyata hal yang biasa bagi orang lain bisa jadi hal istimewa buat orang lain lagi. Esensinya adalah isi di balik hal biasa itu.

Kelihatannya memang sederhana. Hanya diantar ibu dan ayah ke sekolah. Tapi bagi anak kami itu artinya ia bisa bebas dari rutinitas naik jemputan. Lainnya, bisa sarapan bersama di tempat terbuka. Lainnya lagi bisa melakukan hal menyenangkan saat berangkat ke sekolah (ngobrol ngalor-ngidul dengan ibu-ayahnya, nyanyi-nyanyi, tidur, tertawa-tertawa).

Buat ibunya, aktivitas selingan itu juga membebaskan ia sejenak dari rutinitas sehari-harinya. Biasanya setelah saya berangkat kerja (kalau shift pagi) dan anak kami berangkat sekolah, ia langsung pergi juga belanja ke pasar. Pergi bersama pagi hari pada hari kerja seperti itu memungkinkan ia melihat apa yang harus anak kami dan saya lalui setiap pagi ketika berangkat ke sekolah / tempat kerja.

Saya suka mendengar omelannya ketika ada pemotor nyelonong dan memotong jalur. Saya suka mendengarnya berdebat dengan si kecil entah tentang apa. Saya suka mendengarnya ikut menyanyi bersama anak kami. Saya suka mendapat traktiran nasi pecel gocengan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun