Tahun 1998 adalah reminder dari jejak kelam krisis ekonomi yang melanda Kawasan ASEAN. Krisis ini juga memicu kerusuhan besar-besaran. Banyak perusahan bangkrut (Insolvent), gagal bayar hutang, akibat perkasanya dolar. Kredit macet dan rush melumpuhkan perbankan, harga melambung tinggi, sektor manufaktur dan konstruksi jadi “mati suri” dan “mati beneran”. Krisis ini juga menumbangkan rezim yang sudah berkuasa selama 32 Tahun di Indonesia.
Sementara UMKM punya cerita lain, seperti peselancar professional, UMKM mampu melewati gelombang tinggi dan hantaman ombak besar krisis ekonomi 1998 itu. UMKM mampu menggerakan sektor riil. Nilai tukar dolar terhadap rupiah yang cukup tinggi bahkan mencapai Rp 17.000 dari awal cuma Rp 2.000-an tidak berpengaruh negatif pada UMKM, karena UMKM lebih mandiri tidak terlalu tergantung dengan dolar dan bahkan juga mampu memanfaatkan dolar tersebut melalui berbagai macam jenis produk yang memang berorientasi ekspor, disamping itu UMKM juga mampu menyerap lapangan kerja lebih dari 80%. Sebegitu perkasanya UMKM waktu itu.
Tahun 2020 adalah ujian bagi semua pelaku usaha, termasuk UMKM. Pertumbuhan ekonomi melambat akibat mewabahnya covid 19. Pandemi covid 19 ini telah merusak hingga ke level konsumsi masyarakat paling bawah. Bagaimana tidak, dalam rangka pencegahan wabah penyakit ini, pergerakan warga harus dibatasi (Social distancing dan physical distancing). Aktivitas masyarakat lebih banyak dilaksanakan dirumah. Jelas ini tidak normal. Dan jelas ini akan mengganggu aspek paling dasar dari ekonomi yaitu proses produksi, distribusi dan konsumsi.
UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional, diharapkan mampu bertahan pada situasi pandemi ini. Yang berbeda dengan sektor usaha lainnya adalah kemampuan UMKM dalam memproduksi lebih fleksibel. Inilah yang membuat UMKM mampu bertahan pada situasi apapun. Modal yang kecil dan tidak di drive oleh pihak lain membuat UMKM mampu melihat peluang pada situasi yang tidak menguntungkan sekalipun. Misalnya Kemampuan UMKM dalam memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) dan masker yang langka dan sangat dibutuhkan oleh tenaga medis dan masyarakat, sekalipun sebelum itu, bisnis intinya (core bussines ) bukan memproduksi APD dan masker.
Sekuat apapun untuk berkelit, satu dua pukulan pasti terkena, telak juga pada UMKM. Pemerintah harus fokus menyiapkan dukungan untuk UMKM berupa permodalan, restrukturisasi kredit dan Program Jaringan Pengamanan Sosial (Social Savety Net) untuk me-recovery usaha dan meningkatkan daya beli masyarakat. Beberapa program tersebut telah direncanakan oleh pemerintah pusat, beberapa skenarionya telah dijalankan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pukulan pada semua sektor usaha saat ini tentu tidak sama dengan 1998. Krisis 1998 hanya menghantam kawasan ASEAN saja, Namun sekarang sifatnya global, pergerakan orang dibatasi untuk mencegah penularan wabah ini, sehingga berdampak pada seluruh lingkup proses ekonomi. Semua usaha besar maupun kecil saat ini terkapar, bahkan telah ada yang mendapatkan mautnya. Spektrumnya sangat luas. Penyelamatan UMKM sama dengan menyelamatkan nasib masyarakat banyak, bukan sekedar persoalan ekonomi semata, namun juga terkait dengan kebutuhan dasar (basic needs) kita, justru UMKM lah yang menyediakannya.
1998 adalah guru sejarah terbaik bagi kita, krisis ekonomi itu membuat banyak pengusaha besar hengkang ke luar negeri bersamaan dengan modalnya (capital flight). saat itu kita tahu betul, mana yang pemenang dan pecundang. UMKM adalah pemenang…!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H