Mohon tunggu...
Benny Wirawan
Benny Wirawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kedokteran dan blogger sosial-politik. Bisa Anda hubungi di https://www.instagram.com/bennywirawan/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen | Perpisahan di Bandara

26 November 2017   20:57 Diperbarui: 26 November 2017   21:33 2643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimas merangkul kekasihnya itu, gemas. Saking gemasnya koper yang ditariknya sampai terjatuh, membuat orang yang dibelakangnya tersandung. Sita hanya tertawa melihat Dimas rikuh meminta maaf.

Tak terasa mereka tiba di ujung jalan. Gerbang terminal domestik sudah di depan mata. Tinggal satu jam menuju jam keberangkatan.

"Sudah sampai nih," kata Sita. Wajahnya tersenyum, tapi di matanya terlihat berbagai emosi lain. Takut. Sedih.

"Iya, sudah sampai. Kamu baik-baik ya disana." Dimas berusaha tegar. Kalau keduanya galau, mau bagaimana nanti?

Sita menabrakkan diri ke Dimas, memeluknya erat. Dimas pun memeluk balik tak kalah erat. Saling tatap, mata mereka bertemu... diikuti bibir. Mereka berciuman mesra di depan gerbang keberangkatan. Menabung cinta yang tak akan dapat diisi lagi selama tiga bulan.

Jadi tontonan orang? Persetan.

"Kamu baik-baik disana, hati-hati. Jaga kesehatan," kata Dimas penuh emosi.

"Iya sayang. Nanti aku kabari kamu disana. Handphone jangan pernah mati, aku tak tahu kapan bisa plesir ke kota dan dapat sinyal," kata Sita sambil membenamkan wajah ke dada Dimas.

Keduanya tak mau menyebut bahwa akan berpisah tiga bulan. Mungkin jika tidak diucapkan dan didengar semuanya akan terasa lebih mudah.

Rasanya waktu berhenti saat mereka berangkulan, ditonton orang yang lewat. Tapi toh jam terus berputar. Jam keberangkatan kian dekat. Sita melepas pelukannya. Ia mengambil koper dan memperbaiki gantungan ransel. Lalu, ia berjalan ke arah gerbang. Dimas mengikuti di sebelahnya, sama-sama membisu.

Dari dalam gerbang Sita melambaikan tangan. Itulah kontak terakhir untuk tiga bulan. Tanpa kabar. Tanpa telepon. Tanpa surat. Apalagi bertemu, mustahil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun