Mohon tunggu...
Benny Setyawan
Benny Setyawan Mohon Tunggu... -

Documentary film maker.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bongkar

23 November 2010   06:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:22 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siapa yang berani membeli kebebasan adalah orang yang berani, meskipun orang tersebut pengecut. (Karl Marx)

Gayus...gayus... (maaf maksud saya disini bukan hanya gayus yang tidak sengaja tertangkap "foto" menonton tennis di Bali saja). sebenarnya media kita ini, tidak habis-habisnya mengingatkan akan adanya "jual beli" pada ladang dan kebun pengadilan maupun dilembaga peradilan. Namun tampaknya semua peringatan dianggap mengganggu kepentingan alur distribusi rejeki saja, hal ini tampak dalam perilaku aparat peradilan kita yang mengganggap peringatan ini sebagai suara gaduh anjing yang menggonggong sementara mereka tetap saja berlalu.

Jual beli kebebasan dalam kasus peradilan kita adalah hal yang biasa, karena sudah terlalu biasanya, sampai-sampai semua perbuatan yang dilakukan, tampaknya, sudah dilepaskan dari dimensi salah dan benar, ruang hitam dan putih moral tidak lagi dijalankan sesuai perintah agama atau iman, namun lebih dilakukan berdasarkan atas dasar negosiasi kebutuhan dan kepemilikan materialis. Komitmen menegakkan hukum dilakukan hanya sebatas, selama tidak memberatkan dan merugikan, sedangka norma keadilan akan tampak ketika ada inspeksi mendadak saja. Pertanyaannya bukankah sikap dan ideologi yang demikian itu adalah ideologi komunis? (mungkin ideologi komunis juga tidak seburuk sikap materierialisme ini)  Kalau hal itu disangkal lalu apa ideologi yang tepat untuk menamai komunitas materialisme baru ini? (mungkin kita juga harus bangga, karena ada juga filsafat dan ideologi yang murni Indonesia?)

Ketika ditemukan nilai survey yang mengatakan bahwa Aparat PNS kita korupsi karena sedikitnya nilai gaji yang mereka terima, pada kenyataannya, ketika gaji itu dinaikkan tetap saja korupsi yang dilakukan. Hanya saja, disini aparat-aparat yang terlibat menjadi kreatif, bahasa suap di-kromo-kan menjadi gratifikasi, bahasa korupsi menjadi uang belasungkawa, uang kemanusiaan atau ucapan terimakasih. Trend ini, sepengetahuan saya, belum ada dalam pemikiran filsafat klasik maupun kontemporer, jadi ini adalah KEBIJAKSANAAN BARU! (filsafat baru asli Indonesia).

Dasar negara kita adalah PANCASILA, 5 sila yang mencakup seluruh sendi kehidupan masyarakat Indonesia yang beradab, kalau coba kita cermati dari persoalan atau kasus gayus-gayus diatas, dimana letak ke-Tuhan YME-annya, kalau yang dituhankan adalah uang saja, dimana kemanusiaan yang adil dan beradab kalau hanya mau bergaul dengan mereka yang punya duit dan kekayaan yang didapat dari korupsi, ... lelah rasanya kalau harus juga menelaah sila-sila yang lain.

Rakyat boleh skeptis tapi jangan apatis, karena kalau rakyat sudah apatis maka negara ini hanya milik aparat-aparat dan koruptor-koruptor yang pengecut itu, karena menurut mereka, hanya mereka yang mampu membeli kebebasan yang seharusnya direnggut, karena kesalahan yang mereka buat.

Untuk aparat-aparat yang bersih, mbok ya kami dibantu, rakyat yang sedang dibuat menderita ini, jangan kami selalu dibodohin, apakah diperlukan revolusi fisik kembali, untuk merubah hegemon sosial yang terbentuk karena keburukan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang tidak bertanggung jawab tersebut?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun