Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Watampone

Pegawai pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Watampone. Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesehatan Mental dam Aktivitas Sosial, Dampak Psikologis dari Terlibat dalam Gerakan Sosial

12 Agustus 2024   10:15 Diperbarui: 12 Agustus 2024   10:53 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kesehatan Mental (Sumber: freepik.com)

Di era digital yang semakin terhubung, aktivisme sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan banyak individu, terutama di kalangan milenial dan Generasi Z. Mereka tidak hanya lebih sadar akan isu-isu sosial dan lingkungan, tetapi juga lebih aktif dalam memperjuangkan perubahan. Dari perubahan iklim hingga hak-hak asasi manusia, banyak yang merasa terdorong untuk terlibat dalam gerakan sosial demi memperjuangkan keadilan. 

Namun, di balik semangat dan dedikasi mereka, terlibat dalam aktivisme sosial sering kali membawa beban psikologis yang signifikan. Artikel ini akan mengeksplorasi dampak psikologis dari aktivisme sosial dan bagaimana para aktivis menjaga kesehatan mental mereka di tengah tekanan yang ada.
Dampak Psikologis dari Aktivisme Sosial

Terlibat dalam gerakan sosial sering kali berarti menghadapi tantangan yang penuh dengan tekanan, baik secara emosional maupun fisik. Salah satu dampak psikologis yang paling umum dialami oleh aktivis adalah burnout. Aktivis yang sangat berdedikasi mungkin merasa terbebani oleh tuntutan yang terus-menerus dan rasa tanggung jawab yang besar untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik. Ketika mereka merasa bahwa usaha mereka tidak cukup, atau ketika mereka menghadapi perlawanan yang kuat, perasaan frustrasi dan kelelahan bisa muncul.

Selain burnout, para aktivis sosial juga rentan terhadap perasaan cemas dan depresi. Keterlibatan dalam gerakan sosial sering kali berarti menghadapi ketidakadilan, kekerasan, atau krisis kemanusiaan yang mendalam. Melihat atau mengalami situasi ini secara langsung bisa memicu respons stres yang intens dan berkelanjutan. Perasaan tidak berdaya atau putus asa terhadap perubahan yang lambat atau tantangan yang tampaknya tak terselesaikan juga dapat mempengaruhi kesehatan mental.

Sementara itu, keterlibatan dalam aktivisme juga dapat menyebabkan isolasi sosial. Banyak aktivis menemukan bahwa keterlibatan mereka dalam gerakan sosial membuat mereka terpisah dari teman-teman atau keluarga yang mungkin tidak memiliki pandangan yang sama atau tidak memahami intensitas komitmen mereka. Isolasi ini, jika tidak diatasi, dapat memperburuk kondisi mental mereka.

Strategi untuk Menjaga Keseimbangan Mental

Menghadapi tekanan yang signifikan dalam aktivisme sosial membutuhkan strategi yang baik untuk menjaga kesehatan mental. Salah satu cara yang efektif adalah melalui dukungan komunitas. Aktivis yang merasa didukung oleh rekan-rekan seperjuangan cenderung lebih mampu mengatasi tekanan yang mereka hadapi. Grup pendukung atau jaringan aktivis bisa menjadi tempat untuk berbagi pengalaman, saling memberikan dorongan, dan merayakan kemenangan kecil bersama.

Selain dukungan komunitas, praktik self-care juga sangat penting. Aktivis perlu mengenali batasan mereka sendiri dan mengambil waktu untuk beristirahat ketika dibutuhkan.Self-care dapat berupa aktivitas yang sederhana seperti meditasi, olahraga, atau bahkan hobi yang tidak terkait dengan aktivisme. Mengambil jeda dari keterlibatan langsung dalam gerakan sosial tidak berarti mengabaikan tujuan, tetapi lebih kepada menjaga energi dan kesehatan mental agar tetap bisa berkontribusi dalam jangka panjang.

Mindfulness atau kesadaran penuh juga dapat menjadi alat yang efektif bagi aktivis dalam mengelola stres dan emosi. Dengan berlatih mindfulness, aktivis dapat belajar untuk mengamati pikiran dan perasaan mereka tanpa terjebak dalamnya, sehingga mereka bisa merespons situasi dengan lebih tenang dan terkendali. Ini juga membantu mereka untuk tetap hadir di saat ini dan tidak terlalu terbebani oleh kekhawatiran masa depan atau rasa bersalah terhadap masa lalu.

Terakhir, penting bagi aktivis untuk memiliki batasan yang jelas antara kehidupan pribadi dan aktivisme. Keseimbangan antara kerja aktivisme dan kehidupan pribadi dapat membantu mencegah *burnout* dan memberikan waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan diri. Aktivis perlu menyadari bahwa menjaga kesehatan mental mereka sendiri sama pentingnya dengan memperjuangkan perubahan sosial.

Aktivisme sosial, meskipun sangat penting dan bermakna, bisa menjadi sumber tekanan psikologis yang besar bagi individu yang terlibat di dalamnya. Burnout, kecemasan, dan isolasi sosial adalah beberapa tantangan yang umum dihadapi oleh para aktivis. 

Namun, dengan strategi yang tepat seperti dukungan komunitas, praktik self-care, mindfulness, dan menjaga keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi, para aktivis dapat menjaga kesehatan mental mereka sambil tetap berjuang untuk perubahan yang lebih baik. Di tengah dunia yang penuh dengan ketidakadilan, kesehatan mental para aktivis adalah aset berharga yang harus dilindungi agar mereka dapat terus memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun