Mohon tunggu...
Benny Rhamdani
Benny Rhamdani Mohon Tunggu... Novelis - Kreator Konten

Menulislah hal yang bermanfaat sebanyak mungkin, sebelum seseorang menuliskan namamu di nisan kuburmu. | Subscribe YouTube @bennyinfo

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bahaya ‘Dolbon’ Mengancam Indonesia

23 Desember 2014   23:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:37 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat Kuliah Kerja Nyata (KKN), lebih dari 20 tahun lalu, istilah ‘dolbon’ sangat popular di telinga saya. Beberapa teman kuliah sempat ditempatkan ke desa yang sulit air dan tidak punya jamban khusus, sehingga mereka terpaksa buang air besar di kebun warga. Itulah asal-usul arti dolbon yang kependekan dari modol di kebon (Bahasa Sunda yang artinya buang air besar di kebun).

Saya pikir, di era Internet istilah ‘dolbon’ sudah hilang dari kosakata warga Jawa Barat. Mengingat program perilaku hidup bersih dan sehat dari pemerintah sudah dikampanyekan sejak lama. Nyatanya belum. Dan mirisnya itu masih terjadi di Kabupaten Bandung yang terbilang modern.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung (tahun 2013)sebanyak 40 persen Kepala Keluarga di Kabupaten Bandung belum memilki jamban pribadi yang layak. Masih ada 25.000 kepala keluarga (KK) yangbila buang air besar ke kebon (dolbon) maupun ke aliran sungai. Masih banyaknya warga yang belum memiliki jamban keluarga sehingga berbagai penyakit bisa menyebar dengan cepat, seperti diare, typhus, muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal..

Bukan hanya di kawasan Jawa Barat saja sebenarnya orang masih dolbon di Indonesia. Ketika saya traveling ke beberapa daerah, masih namyak yang dolbon, buang air besar di selokan, di sungai, dan tempat non-jamban lainnya.

Padahal perilaku demikian merupakan salah satu penyebab wabah diare di Indonesia. Angka diare di Indonesia termasuk tinggi yakni 432 kasus per 1.000 penduduk.

Bahaya Tinja

[caption id="attachment_385318" align="aligncenter" width="457" caption="Pilihan selain dolbon, ya buang tinja di empang belakang rumah. Padahal nanti ikannya dikonsumsi juga. (foto: Benny)"][/caption]


Tinja tak hanya menjijikkan, tapi juga berbahaya. Biarpun banyak yang tahu, tetap saja tingkat kesadaran untuk menjaga kebersihan jamban masih kurang. Yang namanya tinja merupakan sisa dan ampas makanan yang tidak dapat dicerna yang bisa saja berbentuk karbohidrat, protein, enzim, lemak, sel-sel mati dan juga mikroba.

Di dalam tinja manusia terdapat miliaran mikroba temasuk juga bakteri koli-tinja. Banyak diantaranya termasuk dalam bakteri patogen yaitu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia seperti Salmonela typhi (tifus), Vibrio Cholerae (kolera), virus hepatitis A, dan juga polio. Di Indonesia sendiri, penyakit tifus sangat sering dijumpai.

Jika seseorang cacingan, dapat dipastikan jika dalam tinjanya terdapat telur-telur cacing. Beragam cacing dapat hidup dalam perut kita seperti cacing gelang, cambuk, tambang dan keremi. Satu gram tinja dapat berisi ribuan telur yang siap berkembang dalam perut orang lain.

Menggugah kesadaran masyarakat di Indonesia bukan perkara gampang. Apalagi mengingat latar belakang pendidikan masyarakat berbeda. Saya menemukan fakta ketika berada di Tulang Bawang Barat, masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik serta pekerjaan di sektor pendidikan dan kesehatan tingkat kesadaran memiliki jamban sehatnya baik. Sementara mereka dengan latar belakang pendidikan rendah kendati mampu secara ekonomi tetap tak memerhatikan perihal jamban sehat.

Menurut saya, jamban sehat sebaiknya dijadikan program wajib di setiap rumah, baik di kota maupun di desa. Jika banyak keluarga tidak mampu, pemerintah setempat harus mmeberi fasilitas jamban sehat untuk umum. Tentunya dengan swadaya masyarakat dan bantuan sponsor, LSM dan pemerintah daerah setempat.

Jamban Sehat

Kementrian Kesehatan sendiri sudahmelakukan sosialisasi sejak lama melalui pelbagai instantasi terkait ihwal dolbon ini. Bahkan Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan untuk membuat jamban sehat.

Tidak mencemari air

Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester. Kemudian, jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter.

Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Dan, tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut

Tidak mencemari tanah permukaan

Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

Bebas dari serangga

Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk.

Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering. Dan, lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.

1419326120314992527
1419326120314992527
Seringkali harus meringankan tubuh di jamban seperti ini saat ke desa. (foto: Benny)

Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air.

Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara berkala.

Aman digunakan oleh pemakainya

Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai yang terdapat di daerah setempat

Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran. Serta, jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran. Jangan pula mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh.

Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100

Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan juga agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan.

Semoga dengan gerakan jamban bersih yang  serentak , angka 46 persen rumah tangga di Indonesia belum memiliki jamban semakin menurun. Kebersihan jamban publik di Indonesia pun tidak lagi berada di urutan ke 12 terburuk dari 18 negara di Asia.

14193263461668331593
14193263461668331593
Toilet favorit saya. Terpisah lelaki dan perempuan, bersih, dan ada mini library di depannya. (foto: Benny)

Referensi:

Promkes.depkes.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun