Saya pernah membuka kelas pelatihan menulis tatap muka dengan nama Kelas Ajaib. Gelombang satu pesertanya hanya sekitar 20 orang. Tapi ketika gelombang berikutnya dibuka, semakin banyak yang mendaftar dan terpaksa saya batasi. Begitu jebolan kelas menulis saya banyak yang berhasil menelurkan buku, maka promosi dari mulut ke mulut pun menyebar. Banyak yang ingin ikut kelas menulis saya tapi terbentur masalah jarak dan waktu.
Solusi yang kemudian saya temukan adalah membuka KAJOL alias Kelas Ajaib On-Line. Jumlah peserta makin banyak dan jenis kelas penulisan pun bervariasi. Fleksibilitas waktu, memungkinkan peserta KAJOL untuk mempelajari kapan saja materi yang diberikan, Â dengan tenggat waktu yang longgar. Â Tapi ternyata hasilnya tidak sebagus kelas tatap muka. Sangat tergantung dengan tngkat kenadirian individual. Bagi yang malas, sangat sulit mengejar ketinggalan.
Akhirnya saya membuat kelas campuran tatap muka dan daring. Tatap muka dilakukan pada pertemuan pertama saja. Berikutnya dilakukan secara daring. Hasilnya ternyata lebih memuaskan ketimbang cara pertama dan kedua. Tatap muka diperlukan untuk menjalin ikatan antara saya dan peserta KAJOL, sehingga mereka berikutnya tidak sungkan untuk banyak bertanya di kelas daring, selain itu juga mereka bisa diminta komitmen untuk mengikuti kelas secara efektif. Â
E-Learning Makin Sempurna
Istilah kelas jarak jauh sebenarnya merupakan hal tidak asing  di dunia ini. Dulu, kelas belajar tanpa tatap muka bisa dilakukan memalui korespondensi. Artinya, bukanlah hal yang benar-benar baru proses belajar bisa dilakukan tanpa ruang kelas. Saya ingat sekali pada era itu banyak sekali iklan baris yang menawarkan kuliah secara korespondensi. Entah bagaimana dengan siswa yang tinggal tak terjangkau pos.
Pada era 1980-an, saat komputer pribadi mulai masuk ke rumah, E-learning mulai menggunakan platform baru. Beberapa menyebut istilah E-Learning dengan Virtual Learning. Pada era 1990'an, dengan semakin luasnya jaringan internet, E-Learning mulai menjadi bagian dari sendi proses belajar di sekolah dan universitas. Â
Belakangan E-Learning menjadi bagian industri dunia pendidikan karena permintaan yang makin banyak dari masyarakat yang ingin menempuh pendidikan formal, di sela-sela kesibukan mereka yang padat serta jarak yang memakan waktu. Sebagai industri, tentunya masalah manajemen dipikirkan dengan matang, tidak seperti KAJOL yang begitu saja tutup begitu saya kerepotan.
Hal yang bisa dilihat untuk mengetahui sebuah lembaga pendidikan kompeten dengan urusan E-Learning ini adalah dengan melihat Learning Management System (LMS) yang dimilikinya. LMS merupakan istilah umum terkait sistem komputer  sehubungan manajemen kursus daring, pendistribusian materi E-Learning ke peserta didik, hingga kolaborasi optimal pengajar dan siswa. LMS inilah yang mengelola setiap aspek program, mulai dari pendaftaran, pembelajaran, ujian, hingga kelulusan. LMS bahkan sekarang sudah bisa terintegrasi dengan media sosial.
Bisa juga dengan kata lain merasakan kehidupan kampus meskipun hanya sedikit. Jangan sampai beranggapan, kuliah tapi kok nggak pernah ke kampus. Di HarukaEdu, seperti dipaparkan foundernya Novistiar," Mahasiswa masih harus masuk kampus beberapa kali, termasuk saat ujian offline dan terawasi." (Koran Sindo, 29 Maret 2016)
Sudah Bekerja Ngapain Kuliah?